Bangkok (ANTARA News) - Junta Thailand mengizinkan perdana menteri terguling Yingluck Shinawatra meninggalkan negara tersebut untuk pertama kalinya sejak kudeta pada 22 Mei, kata jurubicara militer, Kamis.

Yingluck diperkirakan akan berkunjung ke Paris pekan depan untuk menghadiri perayaan ulang tahun ke-65 kakak lelakinya, buronan mantan PM Thaksin Shinawatra, demikian laporan AFP.

Menurut junta yang secara resmi bernama Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Kestabilan (NCPO), permohonan Yingluck dikabulkan karena ia telah menjauh dari panggung politik sejak militer mengambil alih kekuasaan.

"NCPO kemarin menyetujui permohonan perdana menteri Yingluck untuk meninggalkan negara karena sejak kudeta ia tidak pernah menunjukkan sikap bahwa ia menentang kerja NCPO," kata jurubicara militer Kolonel Winthai Suvaree.

"Ia tetap bersikap merendah sejak itu," imbuh dia.

Yingluck yang merupakan wanita PM pertama Thailand, dilengserkan dari jabatannya lewat keputusan pengadilan yang kontroversial, tak lama setelah militer mengganti sisa-sisa pejabat pemerintahannya.

Ia merupakan salah satu dari ratusan warga yang dipanggil dan ditahan sementara oleh junta setelah kudeta.

Kakak lelakinya Thaksin digulingkan dalam kudeta pada 2006 dan kemudian melarikan diri dari Thailand untuk menghindari pidana penjara atas dakwaan korupsi, yang menurut dia bermotivasi politik.

Miliarder yang kemudian beralih menjadi politisi, yang sempat bentrok dengan pendukung kerajaan sebelum ia digulingkan, tinggal di Dubai namun masih tetap menjadi figur sangat berpengaruh di negerinya.

Satu upaya yang dilakukan sekutu politiknya untuk menggolkan amnesti politik yang memungkinkannya pulang, memicu terjadinya unjuk rasa jalanan selama berbulan-bulan yang berakhir dengan kudeta pada Mei.

Sebuah sumber militer mengatakan Yingluck harus memberitahu pihak berwenang Thailand mengenai keberadaannya, melalui kedutaan-kedutaan Thailand selama ia bepergian.

Panglima militer Jendral Prayut Chan-O-Cha merebut kekuasaa setelah unjuk rasa jalanan selama hampir tujuh bulan dan kekerasan terkait yang menewaskan 28 orang dan melumpuhkan pemerintahan Yingluck.

Junta menyatakan akan melakukan pemilihan umum sebelum Oktober 2015, disamping permintaan dari AS dan Uni Eropa kepada negara tersebut untuk kembali pada demokrasi.

(Uu.S022)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014