...membuktikan pengelolaan keuangan negara tidak tertib pada undang-undang sehingga tidak efisien, ekonomis, efektif dan bertanggungjawab...
Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim yang menangani perkara tindak pidana korupsi proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang menilai bahwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng lalai mengawasi bawahannya di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan adiknya yang bernama Choel Mallarangeng.

"Terdakwa tidak mengontrol dan mengawasi adiknya Choel Mallarangeng untuk berhubungan dengan pejabat Kemenpora dan memberikan sarana untuk memudahkan jalan sehingga Choel meminta fee kepada Wafid Muharam dan Deddy Kusdinar. Yang dari fakta persidangan meminta 550 ribu dolar AS sebagai imbalan diloloskannya PT Adhi Karya dan Rp2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM) yang diserahkan Herman Prananto dan karena bisa memenangkan PT GDM sebagai subkontraktor PT Adhi Karya adalah perbuatan bersifat koruptif," kata ketua majelis hakim Haswandi dalam sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Majelis hakim memvonis Andi dengan pidana penjara selama 4 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan karena dinilai bersalah menyalahgunakan kewenangan dan memperkaya orang lain.

"Perbuatan terdakwa yang hanya mengurus pembuatan kebijakan di Kemenpora sedangkan hal-hal teknis ditangangi Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam yang berakibat ditandatanganinya proyek P3SON Hambalang padahal nilainya di atas Rp50 miliar. Tanda tangan proyek yang dilakukan oleh Sesmenpora Wafid Muharam diketahui terdakwa padahal seharusnya ditandatangani terdakwa selaku Menpora dan bertentangan dengan aturan," tambah Haswandi.

Artinya perbuatan Andi mengakibatkan tidak terlaksanakan fungsi kontrol yang baik terhadap staf dan bawahan dan fungsi pengawasan.

"Demikian pula proses evaluasi prakualifikasi, evaluasi teknis konsultan perencanaan, manajemen jasa kontruksi tidak dilakukan panitia tapi perusahaan calon pemenang yaitu PT Yodya Karta, PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM) dan KSP Adhi Karya, termasuk menanggung akomodasi dan uang saku panitia dengan biaya dari Adhi Karya sehingga Yodya Karya menjadi konsultan perencana, PT CCM menjadi manajemen konstruksi dan Adhi Karya sebagai penyedia jasa konstruksi dan PT Global Daya Manunggal dibawa M Arifin sebagai perusahaan subkontraktor memberikan fakta bahwa proyek P3SON Hambalang tidak dilaksanakan dengan semestinya," tegas Haswandi.

Hakim menilai bahwa Andi tidak melarang para stafnya untuk menggunakan dana dari fee-fee di Kemenpora yang dikelola mantan staf Sesmenpora Poniran yang bukan bendahara Kemenpora untuk kegiatan operasional, pemberian THR kepada sopir dan petugas keamanan, pembayaran akomodasi dan tiket pertanding AFF di Senayan dan Malaysia, uang saku dan transpor staf sekretaris DPR saat rapat dengar pendapat dan rapat kerja, tiket dan akomodasi kunjungan kerja pimpinan dan anggota Komisi X.

"Sedangkan terdakwa punya dana Dana Operasioan Menteri yang membuktikan pengelolaan keuangan negara tidak tertib pada undang-undang sehingga tidak efisien, ekonomis, efektif dan bertanggungjawab," tambah Haswandi.

Padahal menteri adalah manajer yang bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mengontrol keuangan kementerian.

"Meski di sidang tidak ditemukan fakta uang fee mengalir ke terdakwa termasuk diterima Choel Mallarangeng karena di sidang diperoleh fakta bahwa 550 ribu dolar AS disita KPK dari Choel Mallarangeng, dan bukan dari terdakwa dan hal itu juga diterangkan Choel sendiri tapi terdakwa tidak maksimal mengawasi sehingga proyek tidak sebagaimana peruntukkannya dan dibagikan fee sehingga menguntungkan orang-orang di atas padahal terdakwa sebagai pejabat diwajibkan mengawasi pelaksanaan sebagaimana dalam aturan," kata anggota majelis hakim Ugo.

Kelalaian Andi juga menyebabkan PT Adhi Karya dibebani fee sebesar 18 persen untuk diberikan ke pejabat Kemenpora, Kepala BPN, pengurusan dan kepentingan pribadi proyek, Pejabat Pembuat Komitmen dan bahkan orang di luar Kemenpora yang bukan staf maupun pejabat Adhi Karya.

Selanjutnya kelalaian itu juga menyebabkan kegagalan sistem manajemen desain dan konstruksi berupa robohnya bangunan dan longsornya tanah sehingga menyebabkan "total loss" yaitu kerugian negara sebesar Rp464,391 miliar.

P3SON tidak sesuai best practice, terburu-buru dan rencana tidak sempurna sehingga ada conflict of interest karena penyelenggara terlibat dalam perencanaan sehingga kualitas bangunan rendah.

Kerugian itu karena Hambalang mengalami total lost alias tidak dapat dipergunakan seluruhnya padahal Kemenpora sudah membayarkan dana kepada PT Yodya Karya selaku konsultan Perencana (Rp12,58 miliar), PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku konsultan manajemen konstruksi (Rp5,85 miliar), KSO Adhi Karya dan Wijaya Karta sebagai pelaksana jasa kontruksi (Rp453,27 miliar).

Namun perbuatan Andi itu dianggap menguntungkan pihak lain yaitu mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (Rp2,21 miliar), Wafid Muharam (Rp6,55 miliar), mantan Ketua Komisi X Mahyuddin (Rp500 juta), Adirusman Dault (Rp500 juta), anggota Badan Anggaran DPR Olly Dondokambey (Rp2,5 miliar), petugas penelaah pendapat teknis Kementerian Pekerjaan Umum yaitu Guratno Hartono, Tulus, Sumirat, hidayat, Widianto, Indah, Dedi Permadi dan Bhamanto sebesar Rp135 juta, Deddy Kusdinar (Rp300 juta), sewa hotel dalam rangka konsinyering persiapan lelang (Rp606 juta), pengurusan retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) sebesar Rp100 juta dan angota DPR senilai Rp500 juta.

Atas vonis tersebut, Andi menyatakan banding.

"Terima kasih yang mulia akhirnya persidangan berjalan lancar dan berakhir dengan putusan yang disampaikan saya mengerti dengan putusan yang disampaikan tapi saya merasa bahwa putusan tersebut tidak sesuai rasa keadilan saya karena itu saya menyatakan untuk banding," kata Andi.

Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014