Singapura (ANTARA News) - Harga minyak turun lagi dalam perdagangan di Asia, Kamis, di tengah berkurangnya kekhawatiran tentang konflik bersenjata di seluruh dunia dan kekhawatiran tentang melemahnya permintaan AS, kata para analis.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, merosot 24 sen menjadi 96,68 dolar AS dalam perdagangan sore, setelah jatuh 46 sen di New York ke tingkat penutupan terendah sejak 3 Februari.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman September turun delapan sen menjadi 104,51 dolar AS per barel.

"Ketakutan bahwa krisis di Timur Tengah dan Ukraina akan mengganggu persediaan telah mereda, menambah tren penurunan harga minyak," Sanjeev Gupta, dari konsultan EY, mengatakan kepada AFP.

Harga minyak telah melihat penumpukan premi risiko dalam beberapa bulan terakhir karena pemberontakan bersenjata di produsen minyak mentah Irak dan Libya, serta Ukraina, saluran penting untuk ekspor energi Rusia ke Eropa.

Tetapi pasar dibanjiri dengan persediaan sejak berkurangnya kekhawatiran bahwa gangguan yang disebabkan oleh krisis geopolitik akan memiliki dampak yang signifikan terhadap harga.

Gupta mengatakan harga juga dibatasi oleh kekhawatiran tentang permintaan di Amerika Serikat, ekonomi terbesar dan konsumen minyak mentah utama dunia.

Laporan persediaan mingguan Badan Informasi Energi AS (EIA) yang dirilis Rabu menunjukkan penurunan 4,4 juta barel dalam stok bensin dan penurunan 1,8 juta barel pada persediaan diesel. Kedua produk itu telah diperkirakan akan menunjukkan peningkatan.

Meskipun angka-angka "bullish", pengamat pasar mengkhawatirkan penggunaan bensin yang lebih rendah setelah musim mengemudi musim panas berakhir dalam beberapa minggu.

Musim mengemudi adalah waktu puncak permintaan untuk bensin di Amerika Serikat karena perjalanan jauh yang diambil untuk jalan-jalan mengisi liburan.

Desmond Chua, analis pasar di CMC Markets di Singapura, mengatakan investor sedang menunggu hasil pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) pada Kamis.

Kedua bank sentral itu tidak mungkin membuat perubahan yang signifikan terhadap kebijakan moneter mereka dalam pertemuan masing-masing, katanya seperti dilaporkan AFP.

(USYS/A026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014