Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Agama mengumpulkan anggota organisasi massa Islam serta pejabat instansi terkait untuk membahas munculnya Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS).

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membuka pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan organisasi massa Islam, ulama, kiai, tokoh masyarakat, serta pejabat dari Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejaksaan Agung, Kepolisian RI dan Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

"Perlu kebersamaan semua pihak untuk mengatasi persoalan itu. Karena itu ormas Islam perlu memiliki pemahaman yang cukup sehingga tidak mudah terprovokasi dengan ideologi ISIS," kata Menteri Agama kepada pers usai membuka pertemuan itu di Jakarta, Sabtu.

Dia juga menyebut ISIS sebagai organisasi pergerakan berpaham radikal yang tidak hanya memerangi Barat dan Eropa, tetapi sesama umat Muslim pun diperangi. Menteri Agama juga meminta umat Islam Indonesia tidak terprovokasi.


Bukan barang baru


Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, yang menjadi pembicara dalam pertemuan itu, menyebut ajaran yang dibawa ISIS bukan hal baru. "Itu barang baru dengan stok lama," katanya.

Ia lantas menjelaskan bahwa gerakan-gerakan radikal semacam itu muncul karena pemahaman agama yang tidak utuh, tak mendalam, serta faktor geopolitik dan ekonomi global.

Jadi, penyelesaiannya harus menyeluruh. Harus ada rasa keadilan global. Misalnya dalam penyelesaian Palestina dan Israel. Dan di intenal agama bersangkutan pun harus dapat diselesaikan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), misalnya soal Syiah dan Sunni, jelas dia.

Ia mengatakan seluruh negara Islam dan organisasi pendukungnya harus menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama.

Din berharap, dunia Islam bisa merapatkan barisan dan melakukan konsolidasi untuk memerangi radikalisme.

"Kita ini selalu seperti kebakaran jenggot menghadapi ini. Ketika dakwah pun, dengan berbusa-busa, kerap menampilkan rahmatan lil alamin. Sebetulnya, yang penting, harus ada kemauan kuat penyatuan sikap memerangi radikalisme," katanya.

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014