Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi cukup dilakukan sekali, yakni oleh pemerintahan selanjutnya, karena jika dua kali, maka akan menimbulkan dampak psikologis dua kali lipat, kata Pengamat Ekonomi Institute for Development and Economic Finance Aviliani.

"Secara psikologis, jika baru ada kabar kenaikan saja, harga-harga sudah langsung naik. Apalagi jika dinaikan dua kali, maka harga-harga akan naik lagi dan naik lagi," kata Aviliani di Jakarta, Senin.

Aviliani mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan mempengaruhi industri untuk menaikan harga barang mereka dan kecil kemungkinan mereka akan menurunkan harga kembali.

Sehingga, lanjutnya, kenaikan harga barang tersebut sebaiknya terjadi hanya satu kali dan dampaknya dirasakan tidak berulang-ulang.

Menurut Aviliani, kenaikan tersebut dinilai aman dilakukan pada akhir 2014, karena inflasi yang rendah pada Januari-Juli tidak akan naik terlalu tinggi ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan.

Dengan kenaikan tersebut, lanjut Aviliani, inflasi dapat menyentuh angka lima persen hingga enam persen, yang perlu dibarengi dengan antisipasi terhadap masyarakat miskin, yang akan terkena dampaknya.

"Orang miskin yang terkena dampaknya itu harus diantisipasi, misalnya, di Bandung itu mereka diberi gaji dan dipekerjakan sebagai tukang sapu dan sebagainya. Jadi, pemerintah daerah perlu berperan," ujar Aviliani.

Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi perlu dilakukan, karena kalau tidak, maka akan mengganggu neraca defisit perdagangan, karena defisit neraca perdagangan terbesar berasal dari minyak dan gas.

Ia menambahkan, pertumbuhan jumlah kendaraan yang mencapai 10 persen hingga 20 persen setiap tahun otomatis akan memperbesar penggunaan bbm bersubsidi.

"Jadi, menurut saya, mau tidak mau pemerintah baru harus ada keberanian untuk menaikkan BBM, atau langsung subsidi ke orangnya," kata Aviliani.

Pewarta: Sella P Gareta
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014