Jakarta (ANTARA News) - Selama beberapa hari terakhir ini, berbagai berita dari media infotainment menampilkan rencana pernikahan seorang presenter di Jakarta yang nilainya bisa menelan biaya miliaran rupiah, sementara di Tanah Air masih terdapat sedikitnya 28 juta orang miskin.

Raffli Ahmad berencana melakukan pesta pernikahannya di sebuah hotel yang nilai sewanya bisa mencapai Rp500 juta ditambah dengan biaya makan bagi sekitar 2.000 orang undangan yang nilai kontraknya diperkirakan lebih dari Rp1 miliar.

Belum lagi biaya sewa kapal pesiar yang nilainya juga bisa membelalakkan mata juta orang miskin dan cincin kawin yang entah berapa ratus juta rupiah nilainya.

Begitu pentingkah pembicaraan tentang sang presenter ini yang sedang "naik daun " lagi pasca dia ditahan karena diduga menggunakan narkoba beberapa waktu lalu?

Tanggal 17 Agustus 2014, lebih dari 200 juta jiwa bangsa Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-69.

Acara peringatan ini dimeriahkan oleh berbagai upacara dan kegiatan mulai dari lomba panjat pinang, lomba balap karung hingga makan krupuk.

Hampir semua kegiatan rakyat itu praktis sepenuhnya dibiayai dari kantong warga negara Indonesia yangsebanyak 28 juta orang di antaranya adalah orang miskin.

Cobalah kita tengok dan renungkan pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Jumat di Gedung MPR/DPR/DPD.

"Pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan turun menjadi 11 persen atau sekitar 28 juta penduduk," kata SBY dalam pidato kenegaraan terakhirnya kepada para anggota DPR dan DPD. Sebelumnya jumlah penduduk miskin di Tanah air adalah sebanyak 32 juta jiwa.

Jika orang miskin di Tanah Air masih mencapai sekitar 28 juta jiwa, maka pertanyaan yang mendasar terkait dengan sang presenter tersebut adalah apakah pantas melakukan pesta yang begitu mewah pada saat jutaan orang masih harus pontang -panting mencari makan dua kali atau bahkan tiga kali sehari.

Raffi atau keluarganya tentu berhak "mengklaim" bahwa pengeluaran itu didapat dari "kerja keras" selama beberapa tahun sehingga pantas menikmatinya.

Memang benar, bahwa sang presenter berhak menikmati hasil keringatnya.

Tapi, dia dan keluarga besarnya juga harus sadar dan tahu diri bahwa begitu banyak orang miskin disini yang setiap harinya masih harus memeras keringat untuk mencari sesuap nasi hanya untuk makan.

Belum lagi mereka harus memikirkan dimana harus tidur, bagaimana kalu sakit dan 1001 persoalan lainnya.

Apakah jutaan orang miskin itu hanya menonton pernikahan "agung" ini ataukah juga mereka harus memikirkan begitu banyak persoalan lainnya di Tanah Air tercinta ini?

Oleh Arnaz Firman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014