Makassar (ANTARA News) - Anwar Beddu, terpidana kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang merugikan keuangan negara Rp8,8 miliar bersaksi di kejaksaan untuk empat orang tersangka.

"Pemeriksaan ini memang sudah dijadwalkan sebelumnya dan untuk hari ini ada dua saksi yang dihadirkan memberikan keterangannya, keduanya mantan pejabat-pejabat Pemprov Sulsel," ujar Jaksa Koordinator, Noer Adi, di Makassar, Kamis.

Kedua saksi yang dihadirkan itu memberikan keterangannya di Kejati Sulsel yakni mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sulsel Yushar Huduri dan mantan Bendahara Pengeluaran Pemprov Sulsel Anwar Beddu.

Pemeriksaan keduanya itu berlangsung lama yakni sekitar empat dan lima jam di mana keduanya diminta bersaksi kepada empat orang tersangka yang juga politisi dan anggota DPRD Sulsel serta DPRD Makassar.

Keempat tersangka baru itu yang merupakan Legislator Sulsel yakni, Adil Patu, dua anggota DPRD Makassar yaitu Mujiburahman dan Mustagfir Sabry serta serta seorang politisi Partai Golkar Abdul Kahar Gani.

Kedua orang saksi yang ditemui usai menjalani pemeriksaan enggan memberikan komentar kepada para wartawan dan menyerahkan semuanya pada penyidik.

"Saya sudah menjawab semua pertanyaan penyidik, silahkan berhubungan dengan penyidik," katanya sambil bergegas menuju mobil pribadinya masing-masing.

Sebelumnya, dalam kasus itu juga, Sekprov Andi Muallim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Sulsel karena dianggap bersama-sama dengan Bendahara Pengeluaran Anwar Beddu yang telah divonis dua tahun penjara itu melakukan upaya melawan hukum dengan cara memperkaya orang lain maupun korporasi.

Sejak kasus ini bergulir di kejaksaan, Anwar Beddu dan Andi Muallim dinilainya telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi yang diperkuat dalam fakta-fakta penyidikan maupun persidangan.

Peranan Muallim yang sebagai kuasa pengguna anggaran itu terbukti telah menyetujui setiap pencairan maupun pemberian dana bantuan sosial kepada lembaga penerima di mana lembaga penerima itu tidak berbadan hukum alias fiktif.

Bendahara sendiri saat mencairkan dan menyerahkan kepada 202 lembaga penerima itu dinilai lalai karena tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sehingga merugikan keuangan negara. (*)

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014