Polri tentu tidak akan membiarkan tindakan-tindakan yang bisa menimbulkan kericuhan besar
Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menilai tindakan pengamanan sidang putusan sengketa Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan aparat keamanan, Kamis, sudah sesuai prosedur.

"Tindakan polisi yang diambil dalam pengamanan MK sudah sesuai prosedur. Itu adalah tindakan yang sesuai dengan tahapan dan merupakan kewenangan Polri saat memberi pelayanan pengamanan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie, di Jakarta, Jumat.

Menurut Ronny, tindakan petugas kepolisian membubarkan secara paksa massa yang mulai melakukan tindak kekerasan itu dijalankan sesuai dengan Undang-Undang No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Kemarin sesuai dengan evaluasi di lapangan, Kapolda Metro Jaya melaporkan bahwa apa yang dilakukan oleh anak buahnya telah berlangsung sesuai dengan tahapan dan prosedur dalam menghadapi massa yang mengarah ke (tindakan) brutal," ujarnya.

Selain itu, kata dia, langkah pengamanan MK yang telah dilakukan petugas akan dievaluasi kembali oleh kepala operasi pusat, yaitu Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabarhakam) Polri, yang selanjutnya akan melapor ke Kapolri.

Oleh karena itu, ia berharap kejadian dalam pengamanan MK kemarin dapat menjadi pelajaran agar setiap kegiatan demonstrasi dapat dilakukan dengan tetap menaati peraturan yang telah ditetapkan petugas saat menerima pemberitahuan tentang rencana kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.

"Polri tentu tidak akan membiarkan tindakan-tindakan yang bisa menimbulkan kericuhan besar," tegasnya.

Ronny menjelaskan bahwa dalam pengamanan MK pada Kamis, 21 Agustus, polisi membubarkan demonstrasi di sekitar Patung Kuda di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, setelah sekelompok pengunjuk rasa bertindak brutal dengan merusak garis batas dari kawat berduri yang merupakan barang milik negara yang digunakan polisi untuk alat pengamanan.

"Perusakan barang milik negara tentu merupakan perbuatan pidana. Bahkan, mereka sempat berusaha menabrak anggota Kepolisian yang berada di depan barrier tersebut sehingga melukai punggung beberapa petugas," ungkapnya.

"Jadi dua anggota kami masih dalam perawatan akibat perbuatan massa yang mengarah pada tindakan kekerasan," lanjutnya.

Kadivhumas Polri itu mengungkapkan bahwa beberapa pengunjuk rasa bahkan berusaha mendorong dan menerobos barikade polisi dengan menggunakan mobil.

"Kendaraan itu sudah diamankan untuk barang bukti, dan akan diselidiki siapa pemilik mobil tersebut," kata Ronny.

Ia juga menyebutkan bahwa Polda Metro Jaya telah mengamankan tiga orang yang diduga melakukan provokasi yang memicu terjadinya perbuatan melawan hukum saat demonstrasi sidang putusan MK, yaitu perusakan peralatan Kepolisian dan tindakan yang membahayakan petugas kepolisian.

"Ada tiga orang yang diamankan, tetapi kami belum mendapat update tentang orang-orang yang ditangkap tersebut," katanya.

Menurut Ronny, para pengunjuk rasa yang bertindak anarkis itu dapat dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang Kekerasan Dengan Tenaga Bersama.

Menanggapi adanya rencana tim pendukung Prabowo-Hatta yang ingin melaporkan Kepolisian kepada Komnas HAM terkait tindakan polisi terhadap pengunjuk rasa yang dinilai semena-mena, Ronny mengatakan Polri bersikap terbuka terhadap pengawasan dari Komnas HAM dan masyarakat.

Ia menegaskan bahwa petugas kepolisian sudah melakukan langkah-langkah yang tegas dan terukur dalam pengamanan MK, sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Langkah-langkah petugas kemarin juga sudah sesuai arahan Kapolri yang menjadi dasar tindakan yang dilakukan petugas dalam mengamankan MK. Masyarakat bisa melihat sendiri melalui media tindakan pengamanan yang dilakukan kepolisian sudah sangat terbuka," ujar Ronny.
(Y012)

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014