Saya dapat pesan dari Maya Suroso: Demi keamanan Mbak Bertha supaya besok tidak usah hadir dan tidak dipanggil lagi karena waktunya sudah habis, pesan dari mana mbak? Jawab Maya Suroso: grupnya AU (Anas Urbaningrum)."
Jakarta (ANTARA News) - Seorang saksi diancam agar tidak hadir dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Anas Urbaningrum.

"Yang mulia ada surat yang ingin disampaikan oleh saksi Bertha Herawati," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Yudi Kristiana dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Bertha Herawati adalah notaris yang menjadi salah satu saksi dalam sidang Anas.

"Saya dapat pesan dari Maya Suroso: Demi keamanan Mbak Bertha supaya besok tidak usah hadir dan tidak dipanggil lagi karena waktunya sudah habis, pesan dari mana mbak? Jawab Maya Suroso: grupnya AU (Anas Urbaningrum)," kata ketua majelis hakim Haswandi saat membacakan surat Bertha.

Maya Suroso menurut Bertha adalah temannya. "Kenapa kalau saya datang? Nanti mereka akan buntutin mbak kalau jadi saksi, mereka sudah punya bukti-bukti transaksi tapi mereka niatnya baik karena kita teman baik, untuk itu pesan yang diminta supaya disampaikan ke mbakku sayang," tambah Haswandi membacakan isi surat.

Atas surat itu, Haswandi meminta agar mereka yang berniat jahat membatalkan niatnya.

"Secara terbuka kami sampaikan di persidangan kalau betul ada yang mengancam supaya niatnya dihentikan. Jaksa dan petugas keamanan supaya menjaga keamanan saksi yang bersangkutan," tegas hakim Haswandi.

Atas surat itu, kuasa hukum Anas mengatakan mendukung tindakan hakim.

"Kami pada prinsipnya mendukung tindakan majelis hakim," kata Firman Wijaya.

Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan "entertainment", biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya "event organizer", siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.  (D017/E001)

Pewarta: Dessca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014