Namun Permen 10/2014 justru membolehkan pasokan batu bara dari luar wilayah tambang sehingga memunculkan biaya transportasi. Pada akhirnya biaya produksinya menjadi mahal,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dinilai tidak konsisten dalam membuat peraturan investasi PLTU Mulut Tambang sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM N0 10/2014 tentang penyediaan dan penetapan harga batu bara untuk pembangkit Mulut Tambang, sehingga bisa berujung pada mahalnya harga jual listrik PLN kepada konsumen.

"Konsep PLTU Mulut Tambang adalah membangun pembangkit listrik di wilayah tambang batu bara sehingga menghapus biaya transportasi. Namun Permen 10/2014 justru membolehkan pasokan batu bara dari luar wilayah tambang sehingga memunculkan biaya transportasi. Pada akhirnya biaya produksinya menjadi mahal," kata pengamat energi, Fabby Tumiwa di Jakarta, Selasa.

Fabby dalam diskusi "Urgensi Pemanfaatan Batu Bara Kalori Rendah bagi Pembangkit Mulut Tambang" mengatakan ketidakjelasan konsep pemerintah menjadikan pembangkit Mulut Tambang tidak berbeda dengan lazimnya PLTU lain yang jauh dari lokasi penambangan batu bara.

Padahal lanjut Fabby, PLTU Mulut Tambang ditawarkan kepada investor swasta untuk menekan biaya produksi listrik karena investor tidak perlu membayar biaya transportasi.

Selain itu, dalam konteks rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang di Sumatera Selatan, untuk menjaga keandalan sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Sumatera.

"Jadi semula didesain agar pembangkit dan tambang terintegrasi sehingga terjamin kesinambungan produksi listriknya," jelas Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform ini.

Namun adanya Permen tersebut maka pemerintah menjadi tidak konsisten dengan ide dasar PLTU Mulut Tambang dan berbenturan dengan peraturan Dirjen Mineral dan Batubara No1348/2011 yang jelas meniadakan biaya transportasi.

"Perbedaan dua peraturan pemerintah ini menjadikan makna dan tujuan dari pembangunan PLTU Mulut Tambang menjadi sumir atau tidak jelas," katanya.

Menurut dia, ketidakjelasan itu akan memunculkan banyak persoalan terutama biaya produksi tidak efisien serta resiko pembiayaan investasi pembangkit akan lebih mahal karena biaya proyek (project financing) menjadi dua, yaitu untuk pembangkitnya sendiri dan biaya transportasi bahan bakar.

Pembicara lainnya Head of Business and Development PT Pendopo Energi Batubara, Bambang Triharyono selaku salah satu calon investor PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 dan 10, mengatakan Peraturan Menteri ESDM No 10 tahun 2014 menimbulkan keresahan di kalangan investor.

Peraturan tersebut membolehkan penggunaan batu bara dengan kadar kalori di atas 3.000 kcal/kg untuk proyek pembangkit mulut tambang. Padahal sebelumnya PT PLN selaku pemilik proyek hanya membolehkan penggunaan batu bara dengan kalori kadar rendah atau di bawah 3.000 kcal/kg.

(F004/S025)

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014