Tripoli (ANTARA News) - Para milisi kubu Islam menjaga jarak dari para aktivis jihad yang berusaha menerapkan syariah atau hukum Islam di Libya dengan menegaskan bahwa mereka mendukung transisi demokratis, tapi menentang keabsahan parlemen yang baru terpilih.

Milisi Fajar Libya yang merampas bandara Tripoli dari para pejuang nasionalis Zintan, Sabtu pekan lalu, menyatakan menghormati konstitusi dan perpindahan kekuasaan secara damai.

Namun koliasi Fajar Libyar ini juga berada di balik badan politik transisi Kongres Nasional Umum (GNC) yang Senin kemarin menominasikan seorang tokoh Islam untuk mendirikan pemerintahan tandingan di Tobruk, di timur negeri itu.

Fajar Libya menuduh parlemen yang terpilih 25 Juni itu telah melanggar legitimasi konstitusional dengan menyeru intervensi asing untuk mengatasi kekacauan di negara Afrika Utara yang porak poranda ini.

Koalisi kubu Islam ini juga menolak bergabung dengan kelompok Ansar al-Sharia yang berbasis di Benghazi.

"Umumkan bahwa perjuangan Anda untuk syariah, bukan legitimasi demokratis, sehingga dunia bersatu di bawah satu banner demi memperkuat kekuatan kebaikan melawan kekuatan jahat," seru Ansar al-Sharia kepada Fajar Libya kemarin.

Lalu Fajar Libya yang berbasis di Libya barat menjawab, "Fajar Libya mengumumkan penolakannya terhadap terorisme dan extrimisme, dan menegaskan bahwa organisasi ini bukan milik organisasi teroris. Partai ini adalah kepanjangan tangan dari semua orang yang ingin membangun kembali Libya, menghormati demokrasi dan keabsahan konstitusional".

Fajar Libya menyatakan akan membantu pasukan keamanan dalam menegakkan hukum dan peraturan di Tripoli, selain memastikan keamanan warga asing di ibukota Libya itu.

Masalah keamanan di Libya menjadi kian pelik sehinggaribuan orang terpaksa mengungsi dan sejumlah negara menutup kedutaan besarnya serta mendesak warga negaranya keluar dari Libya.

Parlemen menyebut dua kelompok Islam politik --Fajar Libya di barat dan Ansar al-Sharia di timur-- sebagai dua organisasi "teroris" dan menyatakan akan menggunakan tentara untuk memusnahkan mereka, demikian AFP.





Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014