Ada juga yang melihat pesimis terhadap pemerintahan ini di angka 14,1 persen responden. Sementara mereka yang menyatakan belum memutuskan (undecided voters) sebesar 14,16 persen. Keyakinan publik yang tinggi berarti juga harapan publik yang tinggi te
Jakarta (ANTARA News) - Hasil temuan terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa tingkat elektabilitas atau dukungan publik terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang akan memawa kondisi lebih baik mencapai 71,73 persen.

Peneliti LSI Rully Akbar kepada pers di Jakarta, Kamis, mengatakan, Pemerintahan Jokowi -JK secara resmi akan dilantik pada Oktober mendatang. Harapan publik pada pemerintahan ini berada di posisi yang tinggi (71,73 persen) . Bahkan lebih tinggi daripada dukungan yang diperolehan saat piplres 2014 yang di tetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar 53,15 persen.

"Ada juga yang melihat pesimis terhadap pemerintahan ini di angka 14,1 persen responden. Sementara mereka yang menyatakan belum memutuskan (undecided voters) sebesar 14,16 persen. Keyakinan publik yang tinggi berarti juga harapan publik yang tinggi terhadap pemerintahan ini," katanya.

Temuan tersebut berdasarkan survei LSI pada 23 - 27 Agustus 2014 dengan menggunakan 1.200 responden se-Indonesiadi. Metode penarikan sampel adalah multistage random sampling dengan margin of error survei ini sebesar +/- 2,9 persen. LSI juga melengkapi dan memperkuat analisis survei dengan data-data kualitatif yang didapatkan melalui metode in depth interview, FGD, dan analisis media.

Rully mengatakan, harapan pemerintahan Jokowi-JK juga bisa berarti positif, bisa juga negatif.  Secara positif berarti dukungan publik kepada pemerintahan Jokowi – JK  semakin tinggi. Secara negatif, Semakin tinggi harapan masyarakat, semakin mudah juga mereka kecewa dan tidak puas jika harapannya tak terpenuhi.

"Dari riset kualitatif,  ada empat hal yang dikhawatirkan jadi ancaman pemerintahan Jokowi. Pertama,  publik khawatir Jokowi-JK tidak bisa memenuhi janji kampanye secara cepat. Setidaknya ada dua janji yang diiklan luas di koran nasional pada saat kampanye dan ini tercatat di memori publik," kata Rully.

Janji itu dalah janji 100 hari setelah dilantik, yaitu menerbitkan tiga peraturan presiden (a)  lebih memberdayakan wong cilik, lebih menumbuhkan ekonomi, serta lebih meratakan pertumbuhannya, (b) menyelamatkan uang rakyat dengan memberantas korupsi secara lebih efektif, (c) melindungi bhineka tunggal ika dengan lebih tegas untuk semua warga  negara tanpa diskriminasi.

Selanjutnya Janji 5 Kontrak Politik yang diperluas menjadi 9 Program Nyata yang berisi mengenai program-program pro-rakyat mulai dari menaikan gaji PNS sampai dengan pendidikan dan kesehatan gratis.

Selain itu, kedua publik juga khawatir Jokowi-JK menjadi "lame-duck president" : menjadi presiden yang lumpuh karena mayoritas parlemen dikuasai oleh Koalisi Merah Putih. Programnya macet di parlemen.  Sebanyak 45,60 persen publik menyakini bahwa program-program pemerintah jokowi akan terhambat di DPR jika DPR didominasi Koalisi Merah Putih.  Ada 31,09 persen yang percaya bahwa programnya tidak akan dihambat.

Ketiga, ujian kenaikan harga BBM. Dalam perjalanan sejarah, kenaikan harga BBM selalu menuai sentimen negatif dari publik. Pemerintahan SBY sudah mengalaminya, dimana ada kenaikan BBM maka tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan SBY turun.

Keempat, publik khawatir Kabinet Jokowi-JK Tidak Meyakinkan: Terlalu Banyak Kompromi Politik. Partai pengusung Jokowi – JK tentu berharap ada kadernya yang duduk di pemerintahan. Belum lagi kemungkinan ada partai lain yang bergabung dengan konsesi kursi menteri. Kabinet pada akhirnya akan mencoba melakukan komproni dan kabinet yang terbentuk hasilnya tidak akan maksimal dari ukuran kompetensinya.

"Sebelum pelantikan Pemerintahan Jokowi-JK pada 20 Oktober 2014, diharapkan sudah siap dengan empat ancaman tersebut. Jika tidak maka harapan tinggi masyarakat akan berubah menjadi kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemerintah Jokowi," demikian Rully Akbar. (*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014