Surabaya (ANTARA News) - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyatakan produktivitas tembakau secara nasional masih rendah dengan rata-rata hanya mencapai 0,7 ton per hektare.

"Padahal idealnya produktivitas tembakau rajang mencapai 1 ton per hektare," kata Wakil Ketua AMTI Pusat, Budidoyo, di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu.

Rendahnya produktivitas tembakau, ungkap dia, disebabkan sebagian besar petani tembakau di Indonesia merupakan petani mandiri yang tidak mendapatkan dukungan apa pun dari pemerintah. Jumlah petani tembakau mandiri bisa mencapai lebih dari 80 persen dari total jumlah petani tembakau yang ada.

"Kalau petani yang sudah kuat dan bermitra dengan industri rokok besar jumlahnya cukup kecil atau kurang dari 20 persen," ujarnya.

Untuk mengantisipasi kondisi itu, jelas dia, pihaknya meminta pemerintah mendukung peningkatan produktivitas tembakau nasional. Salah satunya melalui pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Apalagi, upaya itu sangat penting bagi petani mengingat DBHCHT sebagai program pendampingan petani dalam melakukan budidaya tembakau.

"Sementara, semakin berkembangnya wilayah di Indonesia seperti Jatim ikut mengakibatkan kebutuhan masyarakat terhadap perumahan semakin besar pula. Akibatnya lahan pertanian semakin sempit dan produktivitas pertanian termasuk tembakau," katanya.

Dampak lainnya, tambah dia, impor tembakaupun terus meningkat. Hal itu dikarenakan kini kebutuhan tembakau sekitar 300 ribu ton.

"Namun produksi nasional hanya 180 ribu ton sampai 200 ribu ton," katanya.

Untuk Jatim, sebut dia, daerah penghasil tembakau paling tinggi adalah Pulau Madura dengan angka produksi sekitar 61 ribu ton. Meski begitu, dalam meningkatkan produksi tembakau di sana juga sulit.

"Penyebabnya, spesifikasi varietas tembakau di sana daunnya lebih kecil dari jenis lain sehingga membuat panen tak bisa ditingkatkan, kecuali dengan perluasan area pertanian," katanya.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014