Surabaya (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut keuangan haji saat ini sudah terhimpun Rp80 triliun lebih, karena itu pihaknya segera menyelesaikan UU Pengelola Keuangan Haji (PKH) yang antara lain mengamanatkan pembentukan Badan PKH untuk mengelola uang sebanyak itu.

"Insya-Allah, UU PKH akan tuntas pada periode kami agar Badan PKH dapat segera terbentuk, sehingga penyalahgunaan keuangan haji yang selama ini mewarnai penyelenggaraan ibadah haji akan teratasi," kata anggota Komisi VIII DPR RI Prof Dr KH Ali Maschan Moesa MSi di Surabaya, Selasa.

Anggota FKB DPR RI itu menjelaskan Badan PKH akan mengelola keuangan calon haji sesuai rekening yang bersangkutan dan bukan lagi rekening atas nama rekening Menteri Agama, sehingga pengelolaannya akan transparan.

"Nantinya, bisa saja akan mengarah ke Bank Haji, tapi kita belum berpikir ke arah sana, karena hal terpenting adalah dana haji bisa transparan, karena biaya penyelenggara ibadah haji (BPIH) yang disetor calon haji akan dikelola badan khusus dan diawasi OJK, DPR, dan sebagainya," paparnya.

Selain itu, dana yang disetor calon haji selama bertahun-tahun akan tetap menggunakan nama Badan PKH dan nama pemilik rekening, sehingga kalau ada keuntungan dari setoran yang "ngendon" itu akan tetap kembali kepada pemilik rekening.

"Apalagi, rekening yang tersebar pada sejumlah bank itu akan online (daring) dengan Badan PKH, sehingga semuanya akan benar-benar transparan, karena itu kami akan mengesahkan UU PKH pada periode kami agar badan itu segera dibentuk. Para ulama juga mendukung dan banyak memberi masukan untuk UU PKH itu," tuturnya.

Ditanya kemungkinan moratorium pendaftaran calon haji agar masa tunggu atau "waiting list" tidak semakin lama, Ali Maschan yang juga mantan Ketua PWNU Jatim itu mengaku pihaknya sebenarnya sudah pernah menggagas moratorium itu.

"Tapi, masyarakat justru banyak yang protes, karena mereka merasa akan semakin lama menunggu pendaftaran ibadah haji-nya. Untuk itu, moratorium itu tidak jadi dilaksanakan dan kami fokus untuk menyelesaikan Badan PKH agar kasus-kasus haji tidak ada terus," ucapnya.

Tentang sisa kuota haji yang rawan diperjualbelikan, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya yang kelahiran Tulungagung, Jatim itu menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan praktik pembagian sisa kuota yang dilakukan Jatim sebagai praktik yang benar kepada Menteri Agama.

"Kami dari DPR kan melakukan pengawasan, karena itu apa yang dilakukan Kemenag Jatim yang sudah benar akan kami laporkan ke Menteri Agama, tapi mungkin saja nantinya tidak perlu ada sisa kuota haji untuk menghindari jual beli kuota haji yang tersisa itu. Jadi, serahkan semua kuota haji kepada Kemenag di daerah, sedangkan pusat hanya membatasi waktu akhir pelunasan," tukasnya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah (PUH) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur HM Sakur menjamin 77 sisa kuota haji nasional yang diterimanya dari Kemenag Pusat tidak akan diperjualbelikan.

"Kalau ada yang coba-coba menjual sisa kuota, laporkan saya. Yang jelas, sisa kuota haji yang kami terima itu ada SK Dirjen PUH Kemenag Pusat, jadi bukan merupakan kuota tambahan untuk Jatim, melainkan sisa kuota nasional yang diberikan kepada Jatim," ujarnya.

Dalam SK itu, Jatim menerima 77 sisa kuota haji dengan peruntukan sisa kuota haji bagi calon haji usia lanjut, karena itu pihaknya menelusuri calon haji berusia lanjut dan akhirnya menemukan 170 calon haji berusia lanjut.

"Karena sisa kuota hanya ada untuk 77 orang, maka kami lakukan pemeringkatan hingga menemukan 77 orang," katanya.

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014