Madrid (ANTARA News) - Duta Besar Republik Indonesia di Madrid, Spanyol, Yuli Mumpuni Widarso, menggagas kegiatan Peringatan 10 tahun Rekonstruksi Aceh pasca-Tsunami 2004 berupa pameran foto dokumentasi operasi kemanusiaan dan rekonstruksi oleh para relawan Spanyol di Aceh periode 2004 – 2005.

Selain itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Madrid mengadakan jamuan santap malam bertema “Un Recuerdo de Aceh” (Sebuah suvenir dari Aceh) yang didedikasikan bagi para relawan dari Spanyol, baik warga negara Spanyol maupun WNI yang tinggal di Spanyol.

Menteri Penayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, yang juga mantan Wakil Gubernur Nangroe Aceh Darussalam/NAD (2000 – 2005) dan Plt. Gubernur NAD (2005-2007), hadir dalam kedua acara itu yang berlangsung di Wisma Duta RI di Madrid pada 31 Agustus 2014.

Dari pihak Spanyol dihadiri Laksamana Antonio Hernandez Palacios, Komandan Kapal Galicia dan Ketua Tim Operasi Kemanusiaan Spanyol ke Aceh 2005-2006, dan Juan Pablo Diaz de Avila dari Palang Merah Spanyol (Cruz Roja de España), serta Emilio de Miguel Calabia dari Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Spanyol.

Sejumlah anggota Angkatan Laut Kejaraan Spanyol (Armada España), wakil dari Satuan Pemadam Kebakaran Spanyol (Bomberos España) dan para relawan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), termasuk beberapa WNI dalam Tim Relawan Spanyol juga hadir dalam kedua acara itu.

Para duta besar negara sahabat dari ASEAN, Bosnia Herzegovina dan Belanda, serta mantan Duta Besar Spanyol untuk Indonesia turut hadir di dalamnya.

Menurut Yuli Mumpuni, kegiatan tersebut mengawali rangkaian kegiatan yang akan berlangsung sepanjang 2015, antara lain Pameran Foto di KBRI Madrid, terbuka untuk selama bulan Januari 2015, kemudian Bazar Persahabatan Indonesia – Spanyol dengan tema Semangat Solidaritas dari NAD pada bulan Mei 2015 dan seminar tentang upaya memperkuat solidaritas internasional, di Madrid pada bulan Juni 2015.

Yuli Mumpuni menyampaikan bahwa gagasan penyelenggaraan kegiatan Peringatan 10 Tahun Rekonstruksi Aceh Pasca-Tsunami Desember 2004 tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengapresiasi semangat solidaritas yang telah ditunjukan oleh pemerintah dan masyarakat Spanyol.

Mereka telah memberikan tanggapan cepat dan simpatik ketika Aceh menghadapi musibah tsunami.  Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, tidak akan pernah melupakan bagaimana Pemerintah dan masyarakat Spanyol telah menanggapinya secara cepat.

Dalam waktu kurang dari 10 hari setelah bencana, pada 8 Januari 2005, Pemerintah Spanyol mencanangkan operasi "Respuesta Solidaria" (Ungkapan Solidaritas) dengan mengirimkan 594 personel militer, satu kapal amphibi Galicia, pesawat Hercules dan CN-235 serta tim medis dan pemadan kebakaran dan tim teknik bangunan.

Seluruh operasi tersebut dipimpin oleh Kapten Kapal Galicia, Laksamana Antonio Hernandez Palacios. Bantuan dari pemerintah dan masyarakat Spanyol juga mengalir melalui Palang Merah Spanyol, pemadan kebakaran dan LSM serta relawan lainnya.

Perhatian khusus juga ditunjukan oleh Ratu Sofia yang telah berkunjung ke Banda Aceh pada 6 Februari 2007 untuk melihat secara langsung kemajuan berbagai proyek bantuan Pemerintah Spanyol untuk rehabilitasi lingkungan khususnya kawasan perikanan di sana.

Hal tersebut menunjukan bahwa Spanyol terus mendukung rekonstruksi Aceh agar Aceh pulih kembali dari keterpurukan akibat musibah tsunami, dan membangun masa depan yang lebih baik.

Selain ungkapan solidaritas tersebut, Indonesia juga menghargai dukungan konstrukstif Spanyol dan negara-negara sahabat di Uni Eropa dalam upaya damai masalah Aceh di bawah arahan mantan Menlu Spanyol, Javier Solana, dalam kapasitasnya sebagai EU High Representative for Common Foreign and Security Policy, yang juga telah mengunjungi Aceh pada tanggal 21 - 23 April 2006.

Sementara itu Laksamana Antonio Hernandez Palacios dalam sambutannya  menyampaikan bahwa sebagai mantan Komandan Operasi ¨Respuesta Solidaria¨, pihaknya dan Pemerintah Spanyol, khususnya Markas Besar  AL Spanyol menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia.

Ia juga sangat menghargai kegiatan yang didedikasikan bagi para relawan Spanyol. Disampaikan bahwa pihaknya menerima tugas mulia tersebut dengan tantangan yang sangat berat, antara lain kekhawatiran akan adanya gempa susulan di lautan yang juga akan diikuti oleh gelombang tsunami.

Namun, ia menyatakan, dengan perhitungan teknis yang sangat cermat dan semangat solidaritas untuk membantu korban, maka Tim Operasi berangkat ke Aceh.

Diakuinya bahwa situasi di Aceh sangat tidak mudah. Masyarakat masih trauma, sedih, tertekan dan ribuan korban dengan mudah dapat ditemukan di berbagai lokasi, terbanyak di kawasan pantai. Operasi yang dilaksanakannya berjalan serentak, yakni operasi kemanusiaan, medis dan konstruksi infrastruktur (klinik, jalan, sekolah, sarana umum, air bersih).

Disampaikannya bahwa pada 8 Januari 2005 pihaknya ditugasi oleh Menteri Pertahanan Spanyol, Jose Bono, untuk memimpin Tim Operasi “Respuestas Solidaria” secara dua tahap, yakni operasi berkarakteristik mendesak (quick response) dengan dua pesawat Hercules C-130 dan tiga pesawat angkut personel CN-235 untuk mengangkut pasukan dan material bantuan kemanusiaan yang diberangkatkan 10 Januari 2005 dan selesai tanggal 26 Februari 2005.

Adapun tahap kedua berupa pengiriman Kapal Amphibi “Galicia” yg berfungsi sebagai rumah sakit yang membawa bantuan logistik, 140 ton bantuan kemanusiaan, satu unit dokter gawat darurat, tiga tim dokter untuk tiga daerah terpisah yang didukung tiga helicoppter, dua kapal pendarat (landing craft) dan satu tim perlindungan.

Angkatan Laut Spanyol juga dibantu personel dari angkatan darat (AD) melibatkan 293 personel mliter yang  15 persen diantaranya adalah wanita.

Laksamana Palacios masih ingat dan sangat terkesan dengan interaksi yang terjadi antara anggota timnya dengan masyarakat Aceh.

Semua pihak di Aceh, meskipun sedang mengalami trauma dan kesedihan yang luar biasa serta diambang keputusasaan, namun tetap ramah dan interaksi dapat berjalan dengan sangat baik dan cepat.

Dinyatakannya, dengan penuh perasaan yang mendalam bahwa hasil utama dari seluruh kegiatan operasi kemanusiaan dan rekonstruksi Spanyol di Aceh tersebut bukan hanya bangunan fisik berupa sekolah, klinik, jalan raya atau monumen lainnya, melainkan terbangunnya jembatan persahabatan, solidaritas dan rasa saling menyayangi (affection) antara masyarakat Aceh dan Spanyol.

Juan Pablo Diaz de Avila dari Palang Merah Spanyol (Cruz Roja de España) juga menyatakan bahwa Palang Merah Spanyol merupakan bagian dari Tim Operasi "Respuesta Solidaria" dan sangat bersyukur dapat ikut berpartisipasi dalam operasi kemanusiaan di Aceh.

Bagi Palang Merah Spanyol, menurut dia, menjadi bagian dari Tim Operasi Kemanusiaan Pemerintah Spanyol sudah biasa dan merupakan salah satu misinya.

Namun, ia menyatakan, penugasan ke Aceh mempunyai nilai, tantangan dan pengalaman yang sangat berbeda, karena eskalasi jumlah korban yang sangat besar luar biasa, diikuti oleh hancurnya seluruh infrastruktur fisik dan medis.

Pada akhirnya, menurut dia, seluruh operasi Palang Merah Spanyol di Aceh dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan, kerja sama dan koordinasi yang erat dari Palang Merah Indonesia (PMI). Kerjasama tersebut terus berlanjut hingga saat ini, termasuk dalam bentuk operasi kemanusiaan bersama di berbagai belahan dunia yang sedang dilanda bencana alam.

Menteri Azwar Abubakar dalam sambutannya telah menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas kehadiran semua sahabat Indonesia, para relawan Spanyol dan Indonesia dalam acara yang sangat emosional ini.

Dinyatakannya bahwa masyarakat Aceh tidak akan melupakan, dan akan terus mengenang pertolongan, bantuan dan solidaritas yang ditunjukan oleh Pemerintah dan masyarakat internasional, termasuk Spanyol.

Azwar Abubakar juga menggambarkan kembali suasana ketika terjadinya tsunami pada 26 Desember 2004, di mana masyarakat seluruh dunia terkejut atas dahsyatnya gempa bumi berkekuatan 9,3 Skala Richter yang diikuti oleh gelombang tsunami dengan ombak setinggi lebih dari 25 meter.

Tsunami itu, dikemukakannya, mengakibatkan lebih dari 180.000 orang meninggal di Aceh, ribuan korban luka parah dan lebih dari 500.000 pengungsi karena lebih dari 100.000 bangunan hancur.

Ia mengemukakan, Indonesia tidak berdiri sendiri dalam mengatasi bencana besar tersebut. Komunitas internasional telah mengulurkan tangan untuk menolong, dalam waktu yang sangat singkat, termasuk dari sahabat Spanyol.

Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, tidak akan pernah melupakan bagaimana pemerintah dan masyarakat Spanyol telah membenrikan bantuan dengan penuh persahabatan dan sangat simpatik.

Dinyatakannya bahwa dalam acara yang digelar KBRI Madrid membuat semua mengenang 10 tahun musibah tsunami yang dalam ukuran skalanya hanya dapat ditemui di kitab-kitab suci.

"Alhamdulillah, dengan bantuan semua pihak, yang juga dalam skala mengalirnya bantuan belum pernah terjadi sebelumnya, masyarakat Aceh telah mampu mengalahkan bencana menjadi optimisme baru," ujarnya.

Foto-foto yang ditampilkan dalam Pameran Foto 10 Tahun Rekonstruksi Aceh menggambarkan bagaimana semangat optimisme yang dibawa oleh para relawan dan militer Spanyol telah menular ke masyarakat Aceh dan mempercepat proses pemulihan dan rekonstruksi.

Seluruh proses pemulihan dan rekonstruksi di Aceh, dinilainya, telah berjalan dengan baik. Saat ini Aceh telah sepenuhnya dapat mengikuti kembali program/program pembangunan nasional yang dilaksanakan di Aceh.

Azwar Abubakar juga mengundnag semua pihak di Spanyol yang dulu ikut berpartisipasi dalam operasi solidaritas Pemerintah Spanyol dapat kembali lagi ke Aceh, menyaksikan kemajuan perkembangan di Aceh.

Setelah 10 tahun melaksanakan program rekonstruksi, Pemerintah Pusat telah mencanangkan Aceh sebagai salah satu daerah tujuan wisata.   

Dalam kesempatan tersebut Azwar Abubakar menyampaikan cinderamata kepada perwakilan tiga pihak Spanyol yang terlibat dalam operasi solidaritas Aceh, yakni Laksamana Antonio Hernandez Palacios, Juan Pablo Diaz de Aviladari Palang Merah Spanyol dan Emilio de Miguel Calabia dari Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Spanyol.

Seorang relawan warga negara Spanyol berdarah Aceh, Jamila Bravo, dan dua relawan WNI yang domisili di Madrid, Anna Kuswandi dan Yati Djamil,  juga telah menyampaikan testimoni tentang pengalaman bergabung dalam tim operasi kemanusiaan Pemerintah Spanyol.

Mereka menilai, keterlibatannya sangat mengesankan karena semangat yang dibawa dari Spanyol ke Aceh adalah solidaritas dan persahabatan, yang terus menerus mereka cerminkan dalam berbagai kegiatan selama berlangsungnya operasi kemanusiaan dan rekonstruksi di Aceh.

Pameran Foto Peringatan 10 Tahun Rekonstruksi Aceh Pasca-tsunami Desember 2004 memamerkan 45 foto dokumentasi, termasuk kunjungan Ratu Sofia ke Banda Aceh tahun 2007 dan ratusan foto dokumentasi kegiatan operasi solidaritas Aceh koleksi pribadi para relawan.

Sesuai dengan tema acara tersebut, “Un Recuerdo de Aceh”, maka selama berlangsungnya jamuan santap malam menampilkan musik dan tari-tarian tradisional Aceh, seperti Tari Persembahan, Tari Saman, Tari Rebana, dan Rampak Gendang.

Adapun menu makanan yang disajikan juga menu tradisional Aceh, seperti ayam tangkap, mie Aceh, martabak dan kalio Aceh.  

KBRI Madrid mengharapkan penyelenggaraan acara ini dapat mewakili ungkapan penghargaan dan terima kasih Indonesia kepada Spanyol guna memperkuat persahabatan diantara kedua bangsa dan negara dimasa mendatang. (*)

Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014