Bamako (ANTARA News) - Empat tentara Perserikatan Bangsa Bangsa Selasa tewas dan 15 terluka ketika konvoi mereka menghantam ranjau darat di daerah Mali utara di mana serangan sedang meningkat, kata juru bicara misi negara-negara PBB.

Kontingen telah meninggalkan pangkalan PBB di kota Aguelhok dan pergi ke selatan ketika ledakan itu terjadi sekitar tengah hari waktu setempat, sekitar 30 km (19 mil) utara Kidal, kata juru bicara itu, lapor Reuters.

Ia sebelumnya mengatakan, konvoi bepergian ke utara dari Kidal ketika menghantam ranjau.

"Korban adalah empat orang tewas dan 15 luka-luka, termasuk enam yang sangat serius," kata Olivier Salgado kepada Reuters."

"Ini hanya jumlah sementara karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan enam orang yang terluka sangat serius itu."

Salgado mengatakan misi, yang dikenal dengan singkatan MINUSMA, sedang menyelidiki insiden itu tetapi tidak bisa segera mengatakan siapa yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Para tentara adalah bagian dari kontingen Chad, kata seorang pejabat PBB yang tidak disebutkan namanya.

Pasukan penjaga perdamaian PBB terus menjadi sasaran dalam serangan sporadis, meskipun sukses intervensi yang dipimpin Prancis tahun lalu yang mendorong kembali kelompok Islam mengambil keuntungan dari pemberontakan separatis untuk merebut gurun utara Mali.

Insiden Selasa terjadi di tengah meningkatnya kekerasan terhadap personil dan kendaraan-kendaraan PBB di dalam dan sekitar Aguelhok.

Tiga belas roket telah ditembakkan di kota-kota pangkalan PBB saja selama sepekan terakhir meskipun serangan-serangan itu tidak mengakibatkan korban tewas atau cedera, kata Salgado.

"Saya marah dengan gelombang kekerasan tersebut terhadap tentara perdamaian," kata Kepala MINUSMA Albert Koenders dalam satu pernyataan.

"Satu proses perdamaian sedang berlangsung, beberapa orang ingin kompromi mengenai hal itu. Ini benar-benar tidak dapat diterima dan tidak bertanggung jawab."

Para pejuang Islam berkaitan dengan Al-Qaida menyapu dan mengambil kendali dua pertiga dari Mali utara pada awal 2012 menyusul kudeta militer di ibu kota Bamako, yang diluncurkan sebagai reaksi terhadap pemberontakan Tuareg oleh kaum separatis.

Kelompok Tuareg, yang awalnya bekerja dengan Islam, kemudian dikesampingkan oleh sekutu-sekutu bersenjata lebih baik mereka.

Mereka tidak menjadi sasaran operasi militer yang dipimpin Prancis tahun lalu, dan pemerintah di Bamako setuju untuk membuka pembicaraan dengan mereka.

Perundingan-perundingan antara perwakilan pemerintah dan Kelompok Tuareg kembali digelar di Aljir, ibu kota Aljazair pekan ini.

Menteri Luar Negeri Mali Abdoulaye Diop mengatakan Senin, bahwa pemerintah berharap untuk meraih kesepakatan damai lebih awal dengan separatis dalam waktu delapan pekan.

Gurun utara wilayah Mali - yang disebut Azawad oleh pemberontak Tuareg - telah bangkit empat kali dalam 50 tahun terakhir, dengan berbagai kelompok yang berjuang untuk kemerdekaan atau pemerintahan sendiri.


Penerjemah: Askan Krisna

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014