Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR-RI Sadar Subagyo menyarankan aplikasi sistem penjaminan mutu dapat diterapkan di proses bisnis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meningkatkan potensi penerimaan pajak.

"Dengan upaya tersebut BPK dapat meminimalisir praktek-praktek transfer harga yang merugikan keuangan Negara. Negara dirugikan triliunan rupiah karena praktek transfer harga (pricing) perusahaan asing di Indonesia," ujar Sadar Subagyo dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Menurut calon anggota BPK tersebut, tugas BPK yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Ruang lingkup badan audit negara tersebut hanya mencakup belanj negara belum ke pendapatan negara.

"Apabila setiap pendapatan badan hukum dan orang perorangan terdapat porsi keuangan negara berupa kewajiban membayar pajak maka akan mampu meningkatkan pendapatan negara," kata dia.

Setelah ruang lingkup audit diperluas maka prakteknya harus mengacu pada ketentuan Plan (Rencana)-Do (Kerjakan)-Check (Evaluasi)-Action (menindaklanjuti).

Tahap rencana, lanjutnya, dengan keterbatasan sumberdaya audit maka audit harus difokuskan pada area-area yang berisiko tinggi untuk terjadinya penyelewengan.

Proses kedua, pelaksanaan audit dibagi dua tahap yakni untuk audit keuangan sebaiknya diserahkan ke kantor akuntan publik (KAP) saja dan BPK sebagai pengawas. BPK sebaiknya mulai mengintensifkan implementasi E-Audit sehingga dapat waktu audit sampai 70 persen.

Ketiga, check (evaluasi). Hasil audit semestinya diunggah dalam situs web tertentu sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.

"Keempat, action (menindaklanjuti) perlu dikembangkan sistem pelacak (tracking System) terhadap temuan dan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan," kata dia.

Ia mengatakan potensi penerimaan pajak belum digali secara maksimal. Hal ini terlihat dari rasio pajak Indonesia yang rendah yaitu sekitar 12 persen.

"Angka tersebut jauh lebih rendah apabila dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia 15,5 persen, Thailand 17 persen, Filipina 14,4 persen maupun Vietnam 13,8 persen. Jadi rasio pajak kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tersebut," kata dia.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014