...terkait akte jual beli saham yang dikatakan PH meragukan. Kami tindak lanjuti dengan meminta sidik jari terdakwa di pusinafis forensik Mabes Polri dan hasilnya seperti ini, ada jual beli saham antara Anas dan Nazar."
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan bukti bahwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ikut memiliki PT Anugerah Nusantara yang selama ini diklaim Anas tidak pernah ia miliki.

"Kami akan tunjukan barang bukti, sejalan dengan permintaan PH (Penasihat Hukum) terkait akte jual beli saham yang dikatakan PH meragukan. Kami tindak lanjuti dengan meminta sidik jari terdakwa di pusinafis forensik Mabes Polri dan hasilnya seperti ini, ada jual beli saham antara Anas dan Nazar," kata ketua Jaksa Penuntut Umum Yudi Kristiana dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis malam.

Jaksa menunjukkan bahwa hasil forensik tersebut disimpulkan sidik jari pada surat jual beli saham sebesar 30 persen perusahaan PT Anugerah Nusantara yang ditandatangani mantan bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin selaku pihak pertama dan Anas urbaningrum sebagai pihak kedua pada 1 Maret 2007.

"Sidik jarinya identik atau sama pada kartu AK 23 yang merekam jari tangan kiri Anas yang diambil di Jakarta," tegas jaksa Yudi.

Meski Anas mengakui bahwa akta tersebut memang ditandatanganinya, namun ia mengaku sudah memerintahkan untuk menghancurkan akta tersebut karena perjanjian sudah dibatalkan.

"Saya akan jelaskan biar duduk perkara jadi terang. Pada tahun 2007 ada perjanjian jual beli saham. Saham Nazaruddin istilahnya 30 persen dibeli oleh saya, setelah proses itu saya sadari ada sesuatu yang kurang wajar sehingga ada kesepakatan bahwa jual beli dibatalkan," kata Anas.

Kesepakatannya, surat perjanjian jual beli itu dimusnahkan.

"Setelah dibatalkan, kemudian saya diajak masuk PT Panahatan. Itu bisa dikonfirmasi otentik dari akta perubahan PT Anugerah Nusantara berikutnya. Ini memang sudah dinyatakan batal dan dimusnahkan," tambah Anas.

Sebagai gantinya, Nazaruddin, menurut Anas, meminta agar Anas tetap bekerja sama dengan Nazaruddin dalam payung PT Panahatan.

"Kalau saya menguasai 30 persen perusahaan, seharusnya saya ikut RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) tapi saya tidak. Lalu foto kopi akte ini saya lihat diedarkan saat rapat kerja Demokrat 2011, ketika Nazar di luar negeri. Seolah-olah saya masih punya saham, ini terkait dengan dinamika internal partai saat itu, saya tidak mau menjelaskan di sini karena bukan forumnya," jelas Anas.

Jaksa pun sempat menanyakan mengapa Anas berganti-ganti tanda tangan.

"Kenapa tanda tangan Anda berbeda-beda? Apakah sesuai usia? profesi?" tanya jaksa Yudi.

"Tanda tangan di ijazah SD saya berbeda dengan ijazah Madrasah Tsanawiyah, berbeda dengan ijazah SMA, berbeda dengan ijazah S1. Pada saat di KPU saya tidak ingat persis, tanda tangan saya mengalami metamorfosis, saya tidak ingat persisnya kapan tapi tanda tangan saya terakhir itu ada yang kasih saran, akhirnya masuk akal juga," jawab Anas.

"Tanda tangan saat menjadi anggota Dewan bagaimana? Perubahan ini tergantung masalah waktu atau kepentingan transaksi?" tanya jaksa Yudi.

"Ini karena waktu saja, tidak ada kaitan dengan transaksi kepentingan, tidak ada kaitan dengan pengelabuhan atau lain-lain," ungkap Anas.

Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan "entertainment", biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya "event organizer", siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.(D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014