Jakarta (ANTARA News) - Nahdlatul Ulama (NU) akan tampil sebagai wakil dari Indonesia dalam dialog agama dan kebudayaan yang diselenggarakan oleh Communita di Sant-Egidio di Antwerp, Belgia, 7--9 September 2014.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud ditunjuk sebagai wakil NU dalam kegiatan tahunan itu.

"Tema dialog tahun ini adalah Peace of the Future, dan saya akan bawakan makalah dengan judul Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu, barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhan," kata Marsudi di Jakarta, Jumat.

Marsudi sebelumnya juga mewakili NU dan Indonesia dalam forum serupa yang diselenggarakan di Jerman dan Italia.

Marsudi akan menyampaikan makalahnya dalam sebuah panel bersama Mohammed Achaibi (Vice President of the Executive of Muslims, Belgia), Athenagoras (Orthodox Metropolitan Bishop, Ecumenical Patriarchate), Joachim Gnilka (Catholic Theologian, Jerman), U Uttara (Buddhist Monk, Kamboja), Anders Wejryd (Co-President of the World Council of Churches), dan Oded Wiener (Former General Director of the Chief Rabbinate of Israel).

Panel tersebut akan dimoderatori oleh Uskup Mitchel Santier dari Perancis.

Marsudi menjelaskan, dalam makalahnya ia memaparkan beberapa hal yang dinilai menjadi pemicu peperangan, konflik, dan ketidakharmonisan terus terjadi di dunia secara berkepanjangan, di antaranya adalah ketika manusia kurang memiliki rasa takut terhadap Tuhan. Kondisi ini mengakibatkan banyak manusia justru menjual nama Tuhan untuk kepentingannya.

"Ciri-ciri kelompok ini adalah mereka yang lebih suka berdebat, suka membicarakan nama Tuhan daripada kemanusiaan," katanya.

Berikutnya, ketika manusia tidak takut mati. Kondisi ini mengakibatkan aksi-aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama tumbuh subur, meski sebenarnya mereka yang melakukan tersebut sedang menjalankan doktrin yang salah dari agamanya.

"Mereka yang memilih jalan ini adalah yang memiliki semangat tinggi dalam beragama, tapi pemahaman terhadap agamanya tidak setinggi semangatnya. Tugas kita bersama untuk menyadarkan mereka," katanya.

Marsudi juga memaparkan bahwa untuk merasakan manisnya iman, maka seluruh yang dilakukan manusia harus dirangkai dengan manisnya kebersamaan, manisnya perbedaan, manisnya kemanusiaan, dan manisnya perdamaian.

"Itulah yang dinamakan ajaran Islam Rahmatan lil Alamin," kata penyandang gelar doktor di bidang ekonomi Islam itu.

(S024/E001)

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014