Jakarta (ANTARA News) - Semasa muda Somala Angga Brata termasuk sepuluh besar lulusan terbaik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.

Tapi, sekarang dia kadang lupa dengan istri yang setia menemaninya sejak puluhan tahun lalu, dan sudah melahirkan enam anaknya.

"Kami di rumah, saya sedang menelpon, tiba-tiba dia tanya sama saya, istri saya kemana? Lalu saya jawab, 'ini istrimu, saya...'" kata Murtiah (75) sambil menunjuk dadanya, mengenang kejadian beberapa waktu lalu.

Somala, yang kini berusia 74 tahun, kadang juga tidak tahu di mana dia sedang berada, bahkan saat dia ada di rumahnya di Jalan Taman Lebak Bulus Raya, Cilandak, Jakarta Selatan.

Mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan itu pernah kesasar sampai ke Rumah Sakit Puri Cinere ketika menjemput istri yang sedang mengaji di rumah tetangga.
 
"Di sana dia lupa mobilnya yang mana, sampai tiga kali keliling tempat parkir mencari. Untung kemudian ditolong sopir-sopir di sana, yang menelpon kami untuk memberi tahu, jadi bisa kami jemput," kata Murtiah, yang selama 23 tahun bertugas di Departemen Pertahanan Keamanan dan pensiun dini dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi.

Somala tidak bisa lagi mengingat sebagian kehidupan masa lalu dan masa kininya.

Dia bahkan sering lupa bahwa dia baru saja makan dan meminta istrinya kembali menemaninya makan, padahal sang istri harus mengontrol konsumsi nasi karena kadar gula darahnya tinggi.

Menurut Murtiah, ingatan Somala mulai menurun sejak tahun 2004.

Ia lalu membawa suaminya berkonsultasi ke dokter, yang kemudian mendiagnosis Somala menderita alzheimer, bentuk yang paling umum dari demensia, gangguan otak yang menyebabkan penurunan mental cukup parah sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari.

Kamis siang (4/9), bersama istri, adik dan adik iparnya, Somala mengunjungi Museum Nasional Indonesia di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, untuk mengikuti latihan mengingat menggunakan huruf-huruf kuno yang biasa digunakan di prasasti.

Irsyad Leihitu dari Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Arkeologi Universitas Indonesia memulai sesi latihan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada Somala, termasuk tentang jumlah anak dan cucunya.

"Sekarang cucunya berapa Pak?" tanya Irsyad, yang menjadi fasilitator dalam latihan itu.

"Dua ratus. Eh, dua puluh. Atau dua belas ya?" kata Somala, lantas menengok ke arah sang istri yang duduk di sampingnya dan bertanya, "Berapa? Cucu berapa?" Empat belas," jawab Murtiah.

Irsyad kemudian menyebutkan 12 kata lalu meminta Somala mengikutinya, tapi dia hanya bisa mengulang dua kata saja.

Ia kemudian menyebutkan empat nama hewan dan meminta Somala mengulanginya.

Kali ini Somala berhasil mengulang tiga kata yang disebutkan. "Kuda, harimau, sapi!" katanya.

Setelah sesi tanya jawab, fasilitator mengajak Somala melihat koleksi prasasti museum dan kembali ke ruangan untuk latihan mengenali huruf Palawa.

Ia mengajak Somala membaca aksara Palawa dan menuliskan nama huruf-huruf tersebut.

Somala juga diminta mengalih-aksarakan huruf-huruf Palawa, dan mengidentifikasi beberapa kata dalam Prasasti Yupa seperti Kundungga dan Mulawarman di antara huruf-huruf yang tersusun dalam kotak.

Dia berhasil menyelesaikan latihan-latihan itu. Istri, adik dan adik iparnya bertepuk tangan setiap kali dia berhasil menyelesaikan satu latihan.

"Ini jatuhnya seperti menstimulasi otaknya kembali, biar semakin tajam. Harapannya ada ingatan yang bertambah," kata Dita Nur Hidayah, tenaga medis yang menjadi pendamping kegiatan latihan itu.

"Makin hari kalau enggak dilatih dia akan semakin lupa, semakin lupa, dan akhirnya enggak ingat apa-apa. Nah latihan terus menerus itu diharapkan bisa menunda kelupaannya, penurunan daya ingatnya," kata Dita, yang baru saja lulus dari program profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Dia mengatakan, sebaiknya latihan semacam itu sesering mungkin diberikan kepada pasien alzheimer dengan metode yang beragam supaya mereka tidak bosan.

"Bisa dilakukan oleh keluarga sendiri... Itu lebih bagus malah. Prinsipnya kalau lansia itu tergantung kemampuan, jangan dipaksakan," kata perempuan yang sudah beberapa kali merawat orang lanjut usia dengan penyakit alzheimer itu.

"Dan lansia itu kan kembali seperti anak kecil ya, jadi jangan sampai dia bosan. Kalau setiap hari disuruh melakukan hal yang sama malah dia akan ngambek, enggak mau lagi. Jadi harus pakai strategi, kalau bisa yang menyenangkan," tambah dia.


Membantu dengan aksara kuno

Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Arkeologi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Center for Ageing Studies Universitas Indonesia, Alzheimer's Indonesia, dan Museum Nasional Indonesia menyelenggarakan kegiatan latihan memori dengan aksara kuno pada prasasti untuk membantu pasien alzheimer dan keluarga atau pengasuhnya.

"Kami ingin melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat lewat museum, dengan prasasti, karena kebetulan kerja samanya sama saya, bagian epigrafi, jadi pakainya aksara kuno," kata Andriyati Rahayu, anggota tim penyusun panduan latihan memori untuk pasien alzheimer dari Departemen Arkeologi Universitas Indonesia.

"Kami ingin museum fungsinya enggak hanya untuk masyarakat umum, tapi juga untuk orang-orang seperti pasien alzheimer. Kegiatan semacam ini sudah banyak dilakukan di luar negeri, seperti di Museum of Modern Art, Amerika," tambah dia.

Dengan bantuan dari para ahli penyakit alzheimer, tim dari Departemen Arkeologi Universitas Indonesia membuat empat seri panduan olahraga otak atau brain gym untuk pasien alzheimer.

Mereka membuat empat seri panduan, antara lain menggunakan aksara kuno dari prasasti Yupa, Amoghapasa, dan prasasti zaman Airlangga.

Pada kegiatan latihan pertama Kamis lalu, Tim Departemen Arkeologi mengundang sekitar 20 pasien alzheimer bersama perawat mereka untuk mengikuti sesi latihan memori. Tapi hanya satu pasien dan beberapa anggota keluarganya saja yang datang.

"Kami sudah mengumumkannya lewat berbagai media, mungkin banyak yang berhalangan jadi enggak pada datang," kata Andriyanti.

Demensia adalah kondisi degeneratif dengan gejalanya seperti kehilangan memori, gangguan kognitif, kesulitan berkomunikasi dan perubahan suasana hati yang memburuk bersama pergerakan waktu.

Demensia, termasuk alzheimer, sampai sekarang belum diketahui pengobatannya dan merupakan salah satu tantangan kesehatan publik masa ini.

Menurut World Alzheimer Report 2013, jumlah orang yang hidup dengan demensia pada tahun 2013 sekitar 35 juta orang di seluruh dunia dan jumlahnya diproyeksikan meningkat dua kali lipat pada 2030.

Pada pembukaan laporan World Alzheimer Report 2013, Direktur Eksekutif Alzheimer's Disease International Marc Wortman mengatakan semua orang bisa melakukan sesuatu untuk membantu orang yang hidup dengan demensia.

Menurut dia, keluarga, perawat, tenaga kesehatan profesional, penyedia layanan, pemerintah dan komunitas punya kekuatan besar untuk memperbaiki sistem perawatan jangka panjang bagi penderita demensia.

"Kami yakin bahwa setiap orang, dimanapun, bisa dan harus melakukan sesuatu untuk membantu orang dengan demensia hidup dengan baik sepanjang perjalanan demensia," katanya.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014