Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Police Watch (IPW) menilai bahwa kasus dua anggota Polda Kalimantan Barat yang ditangkap di Kuching, Malaysia terkait dugaan pengedaran narkoba terjadi akibat kecerobohan dalam institusi Polri.

"Terjadinya kasus penangkapan dua anggota Polri di Malaysia tidak terlepas dari kecerobohan Polri, khususnya Polda Kalbar (Kalimantan Barat)," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut IPW, setidaknya ada tiga kecerobohan Polri dalam kasus tertangkapnya dua anggota Polda Kalbar, AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MH Harahap, oleh Kepolisian Malaysia.

"Pertama, kenapa kedua polisi itu bisa lolos pergi keluar negeri tanpa izin atasan. Padahal, pada 12 April 2010, saat Komjen (Pol) Susno Duaji hendak pergi berobat ke Singapura berhasil ditangkap Propam Polri di Bandara Soekarno-Hatta, dengan alasan tidak ada izin atasan," ujar Neta.

Oleh karena itu, kata dia, lolosnya kedua anggota Polda Kalbar itu ke Malaysia menunjukkan intelijen Polri, khususnya intelijen di Polda Kalbar, belum bekerja dengan maksimal.

"Padahal biasanya di setiap bandara ada intel kepolisian yang mendeteksi semua kegiatan di bandara," katanya.

Kecerobohan yang kedua, menurut dia, berhubungan dengan sistem penilaian kinerja dan sistem mutasi dalam tubuh Polri.

"Kasus AKBP Idha membuktikan buruknya sistem mutasi Polri dan cerobohnya Deputi SDM Polri. Bagaimana tidak, AKBP Idha yang sudah bermasalah di Polda Sumut bukannya dipecat atau ditindak, malah dimutasi ke Polda Kalbar dan mendapat jabatan strategis, yakni sebagai Kasubdit III di Direktorat Narkoba," ungkapnya.

Neta menyesalkan buruknya sistem mutasi di Polri yang membuat anggota Kepolisian dengan rekam jejak tidak baik, seperti AKBP Idha, dapat kembali membuat masalah.

Lebih lanjut ia menyebutkan kecerobohan ketiga dari Polri sehubungan dengan kasus penangkapan AKBP Idha dan Bripka MH Harahap itu adalah pada sistem pengawasan internal yang lemah, khususnya pengawasan dari atasan kepada anak buahnya.

"Kasus penangkapan dua polisi itu membuktikan betapa lemahnya pengawasan internal kepolisian, dan sepertinya atasan tidak peduli dengan tingkah laku bawahan," ucapnya.

Dengan adanya kasus tersebut, lanjut Neta, Polri harus segera mengevaluasi kinerja intelijen serta memperbaiki sistem penilaian kinerja dan sistem mutasi di institusi kepolisian.

"Intelijen harus bisa memantau dan mendeteksi tingkah laku aparat Polri yang bermasalah. Sementara Deputi SDM tidak lagi ceroboh memberi jabatan pada polisi-polisi bermasalah," katanya.

Ia menambahkan, hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan Polri adalah penelusuran terhadap setiap anggota Kepolisian yang mungkin terlibat dengan bandar narkoba dan atau jaringan pengedar narkoba.

"Sebab kasus dua polisi Kalbar itu bisa saja hanyalah 'puncak gunung es', dan bukan mustahil di bawahnya masih ada 'gunung es' yang tidak terungkap. Mungkin masih ada beberapa oknum polisi yang juga terlibat (jaringan narkoba)," ujar Neta.

Sebelumnya, Polisi Diraja Malaysia (PDRM) menangkap dua anggota Polda Kalimantan Barat yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba di Kuching, Malaysia.

Anggota Polri yang ditangkap adalah perwira menengah dengan pangkat AKBP yang pernah bertugas sebagai Kepala Sub Direktorat III Direktorat Reserse Narkoba bernama Idha Endri Prastiono serta anggota Kepolisian Sektor Entikong, Bripka MH Harahap.

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014