Jakarta (ANTARA News) - Pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla harus cepat-cepat membenahi tata kelola migas nasional, agar mampu meningkatkan cadangan migas yang saat ini hanya berkisar 3,5 miliar barel.

"Potensi sumber daya migas di perut bumi menurut Kementerian ESDM berkisar 50 miliar barel, menurut geologis internasional sekitar 80 miliar. Tapi cadangan (yang terbukti) cuma 3,5 miliar barel. Ini kalau tidak ada cadangan baru maka dalam waktu 10 tahun, kita krisis energi," kata pengamat energi Kurtubi, pada acara "Rembug Nasional Kebangsaan Percepatan Pembangunan Untuk Indonesia Maju: Menata Kembali Tata Kelola Kebijakan Mgas," di Jakarta, Senin.

Menurut Kurtubi, produksi migas nasional terus mengalami penurunan selain karena tidak ada pembangunan kilang baru juga karena kesalahan pengelolaan yang diberikan SKK Migas.

"Dalam jangka menengah dan panjang, jika tidak berani membubarkan SKK Migas, maka jangan harap produksi akan naik," ujarnya.

Sementara itu, pengamat energi lainnya, Umar Said yang juga menjadi pembicara pada diskusi tersebut menuturkan upaya pertama menaikkan produksi migas yaitu melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki teknologinya.

"Ini akan meningkatkan perolehan cadangan dari saat ini baru sekitar 25 persen," ujarnya.

Selain itu, peningkatan cadangan migas dapat juga dilakukan dengan memperbanyak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara mikro yang biaya pembangunannya jauh lebih hemat dibandingkan PLTU berskala besar.

"Pembangkit batu bara mikro ini sebaiknya disebar di daerah-daerah terpencil yang tidak ada listrik. Ini akan mendorong penghematan penggunaan energi," ujar Umar Said.

Mantan Wakil komisaris utama PT Pertamina ini juga menyebutkan, yang tidak kalah penting adalah memperbaiki kinerja unit-unit pengelolaan migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas, dan BPH Migas.

"Kuncinya adalah transparansi, dengan membuka informasi seluas-luasnya tidak ada yang ditutup-tutupi. Kita harus belajar dari negara-negara Skandinavia yang korupsinya paling rendah," tegasnya.

Ia menambahkan, jika kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan, maka produksi migas nasional bisa melonjak dalam jangka menengah dan panjang, sehingga impor minyak dipastikan akan turun.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014