Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla mengisyaratkan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi harus dinaikkan karena tidak ada opsi lain untuk membendung pengeluaran subsidi.

"Harga BBM jika disesuaikan pada harga yang wajar, saya rasa tidak ada masalah. Asalkan dijelaskan bahwa pengalihan subsidi itu akan lebih banyak manfaatnya bagi masyarakat luas," kata Jusuf Kalla pada acara "Rembug Nasional Kebangsaan Percepatan Pembangunan Untuk Indonesia Maju: Menata Kembali Tata Kelola Kebijakan Migas," di Jakarta, Senin.

Menurut JK, dibandingkan mempertahankan subsidi BBM yang terbukti dinikmati masyarakat kalangan mampu, maka lebih baik dialihkan untuk sektor-sektor yang produktif, dan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

"Jika tidak dialihkan, maka ekonomi negeri ini bisa kolaps karena BBM dijual terlalu murah kepada kalangan menengah ke atas, atau ke orang yang seharusnya tidak perlu," ujarnya.

Pengalihan dana subsidi tersebut dengan catatan langsung dialokasikan ke sektor-sektor yang dapat mendorong ekonomi seperti pembangunan infrastruktur jalan, dan pelabuhan dan fasilitas transportasi.

Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan sekolah rusak, dana pendidikan, dana kesehatan, dan penyediaan pupuk dan benih bagi petani.

"Jadi...dalam waktu singkat, subsidi BBM harus dipindahkan ke sektor produktif. Ini kuncinya," ujar JK.

Ia menuturkan, kekhawatiran adanya gejolak di masyarakat akibat kenaikan tersebut sepertinya jika dijelaskan dengan baik.

"Kalau dinaikkan, ada dampak inflasi pada subsektor transportasi, itu saja. Dulu ya...kalau BBM naik pasti masyarakat langsung kena dampak karena harga minyak tanah ikut naik. Sekarang masyarakat sudah banyak menggunakan gas, jadi menurut saya tidak terlalu masalah," ujarnya.

Pada kesempatan itu, JK mengenang ketika pemerintah pada tahun 2015 menaikkan harga minyak sebanyak dua kali, tapi tidak ada aksi demontrasi.

"Tidak ada gejolak, karena BLT (Bantuan Langsung Tunai, red) langsung dialokasikan. Masyarakat langsung merasakan ada kompensasi. Jadi, kalau alasan-alasan kenaikan dijelaskan, saya rasa rakyat pasti pahamlah," ujarnya.

Manfaat

Sementara itu, pengamat energi Umar Said menilai bahwa masyarakat Indonesia telah siap apabila pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, asalkan manfaat pengalihan subsidi tersebut langsung dirasakan terutama untuk mendorong perekonomian nasional.

"Sebenarnya rakyat sudah siap (dengan kenaikan harga BBM). Naik Rp 1.000 (per liter) itu sudah siap," ujar Umar.

Ia juga menambahkan, Presiden terpilih Joko Widodo juga tidak lagi perlu lagi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. "Orang SBY jauh-jauh hari sudah tidak mau menaikkan BBM," kata Umar.

Menurutnya, dalam hitung-hitungan pemerintah, anggaran yang dihemat dari kebijakan menaikkan BBM yang sangat besar itu harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan infrastuktur secara menyeluruh.

"Harus kelihatan dampaknya. Singapura tidak ada subsidi ini itu, tapi dia (rakyat) tahu pajak yang dia bayarkan itu kembali dalam bentuk ini itu, MRT, kebersihan," ujar Umar.

Mantan Wakil Komisaris PT Pertamina ini menambahkan, bahwa dalam setiap kebijakan itu harus ada keadilan.

"Keadilan ini belum ditemukan di Indonesia. Harga BBM yang naik tidak terlalu dirasakan dampaknya oleh masyarakat," ujarnya.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014