Mataram (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat menyebutkan lebih dari 100 desa di sembilan kabupaten/kota di daerah itu mengalami kekeringan parah akibat kemarau panjang.

"Desa-desa ini tersebar di sembilan kabupaten/kota dan hanya kota Mataram saja yang tidak mengalami kekeringan," kata Kepala BPBD NTB Wedha Magma Ardhi di Mataram, Selasa.

Menurutnya, saat ini di wilayah NTB berdasarkan laporan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Selaparang-Bandara Internasional Lombok (BIL), dalam keadaan hari tanpa hujan yakni antara 30--60 hari.

"Jadi wilayah kita ini sudah tidak ada hujan lagi selama kurun waktu 60 hari kedepan atau sampai Oktober," ucapnya.

Akibat kekeringan tersebut, pihaknya telah meminta kepada sembilan kabupaten/kota yang terkena dampak di antaranya Bima, Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Barat dan Kota Bima untuk menaikkan dan melaporkan eskalasi ancaman bahaya kekeringan di daerah masing-masing.

"Ini sudah kami laporkan kepada gubernur untuk segera menyurati bupati atau wali kota untuk melakukan upaya tanggap darurat, karena akibat kekeringan itu ratusan desa kini mengalami krisis air bersih," jelasnya.

Ia menambahkan, dari sembilan kabupaten/kota tersebut, lokasi terparah berada di Bima, Lombok Timur, dan Lombok Tengah bagian selatan saat ini sudah tidak ada lagi tersedia air bersih karena kekeringan.

Alhasil, masyarakat di tiga kabupaten tersebut praktis hanya mengandalkan bantuan air bersih yang di salurkan Dinas Sosial Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTB.

"Itu pun pemerintah kabupaten hanya duduk diam saja, makanya jangan heran kalau Dinas Sosial Provinsi jadi keteteran mendistribusikan air bersih," ketusnya.

Bahkan, akibat kekeringan tersebut pihaknya memperkirakan sebanyak 1 juta orang penduduk di sembilan kabupaten/kota saat ini dihadapkan pada kesulitan memperoleh air bersih.

Oleh karenannya, guna mengatasi kekeringan dan krisis air bersih tersebut tidak semakin meluas, pihaknya juga telah melaporkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui usulan anggaran sebesar Rp15 miliar, namun hingga kini belum juga ada jawaban.

Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai pembuatan sumur bor di setiap daerah terutama kepada kabupaten/kota yang setiap tahun dilanda kekeringan. Termasuk, untuk membiayai pendistribusian air bersih.

"Dari informasi yang kami terima, ada rencana BNPB akan turun ke NTB melakukan peninjauan dan evaluasi terkait dampak kekeringan ini, sekaligus mereka juga mengunjungio provinsi lain. Tapi kapan pastinya kami belum mendapat kabar," ujarnya.

Untuk saat ini, pemerintah provinsi hanya bisa melakukan pendistribusian air bersih, namun itupun hanya dua kali dalam seminggu ke daerah-daerah yang paling krisis air bersih, mengingat terbatasnya mobil tangki air bersih.

"Kita berharap akibat kekeringan ini tidak akan berdampak luas bagi masyarakat," pinta Wedha Magma Ardhi.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014