Jakarta (ANTARA News) - Festival Film Prancis berupaya menghubungkan kondisi faktual yang ada di Indonesia, kata Asisten Atase Budaya Institut Prancis Indonesia (IFI) Dimas Jayasrana.

"Ada konektivitas yang tidak bisa diabaikan antara Indonesia dan Prancis," kata Dimas saat diskusi di Jakarta, Rabu.

Dia mencontohkan misalnya, di Indonesia sedang gencar-gencarnya penangkapan koruptor, maka dipilihlah film Prancis yang ada benang merahnya dengan kondisi faktual tersebut.

Hal itu bertujuan agar terbentuknya konektivitas dalam pemikiran penonton yang tengah menikmati film tersebut.

Dimas mengakui meskipun hal itu dilakukan untuk menarik pasar, tetapi pada faktanya memang harus dihadirkan karena justru memicu kritik.

Dari kritik, menurut dia, tumbuhlah kesadaran, kepekaan penonton akan dunia film, terutama bukan film "mainstream".

"Harus ada balance keseimbangan yang baik, artinya ideologi, sosiologi, antropologi setidaknya harus dekat dengan Indonesia, " katanya.

Seringkali, lanjut dia, ditemukan kasus di Prancis, film itu tidak ada apa-apanya, tetapi jika ditayangkan di Indonesia menjadi primadona.

Dimas menyebut misalnya film "Amour et Turbulences" besutan Alexandre Castagnetti tahun 2013 yang tidak begitu disambut di Prancis, tetapi mendapatkan respon yang baik di Indonesia.

Dia menambahkan genre film yang dinilai tidak begitu diminati, seperti "thriller", namun pada FFP 2013 lalu justru mendapatkan apresiasi dari para penonton.

Dimas mengatakan FFP tahun ini masih menggunakan format yang sama sejak 2012, yakni akan delapan film dengan delapan film pendek yang akan diputar sebelum film utama.

FFP 2014 juga akan hadir di 10 kota, di antaranya di Jakarta, Balikpapan, Bandung, Bali, Makassar, Malang, Medan, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta.

(J010/M026)

Pewarta: Juwita TR
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014