Jakarta (ANTARA News) - Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada Kementerian Agama, Prof. H. Abdurrahman Mas'ud Ph.D., mendukung program revolusi mental yang digaungkan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).

"Revolusi mental itu perlu dan semua pihak perlu memberikan dukungan. Dukungan tersebut bisa dilakukan dengan cara membangun sistem berkelanjutan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas," katanya di Jakarta, Jumat.

Revolusi Mental merupakan salah satu ikhtiar Presiden terpilih Jokowi dalam memajukan kualitas manusia lewat pendidikan. Kemajuan pendidikan itu dapat dilihat dari pembentukan karakter.

Banyak yang melihat bahwa pendidikan itu hanya sebatas pintar secara akademik, padahal pembentukan karakter yang baik juga sama pentingnya demi mendapatkan manusia Indonesia yang kualitasnya lebih baik untuk meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.

Mas'ud mengatakan warga kota Jakarta dikenal tidak tertib. Tapi jika satu jam saja pindah ke luar negeri, misalkan ke Singapura, bisa mengindahkan segala aturan yang ada di negeri "Singa" tersebut.

Jika warga Indonesia berada di Singapura, misal melihat larangan berupa tidak boleh meludah sembarangan, buang sampah seenaknya, parkir kendaraan tak boleh sembarangan, maka aturan-aturan itu pasti diindahkan.

"Negeri yang banyak aturannya itu dipatuhi oleh warga Indonesia yang ada di negeri itu," katanya.

Singapura, sebagai negara tetangga terdekat itu banyak menerapkan aturan untuk warga kotanya. Hal itu bisa dijadikan contoh. Mengapa manusia Indonesia tidak bisa tertib tetapi ketika berada di negeri orang lain bisa mematuhinya.

Menurut dia, hal itu terkait dengan sistem yang berlaku di negeri bersangkutan. "Singapura adalah negeri penuh dengan aturan," katanya.

Sejatinya di Indonesia hal semacam itu bisa dilakukan. Bukan hanya dalam aturan lalu lintas seperti parkir liar yang dikenai denda Rp500 ribu, tetapi juga dalam bidang lainnya. Pemerintah Singapura pun menerapkan denda tinggi bagi pelanggar parkir liar, termasuk membuang sampah sembarangan.

"Aturan Pemda DKI seperti itu sudah benar. Gerakan ini harus juga mendapat apresiasi," ia menjelaskan.

Terkait dengan kehidupan bertoleransi di kota besar, ia menjelaskan, guru agama-agama, para orang tua murid dan siswa juga perlu meningkatkan komunikasi tentang pentingnya hidup harmoni dalam negara majemuk seperti Indonesia.

Pihaknya sudah melakukan penelitian di 33 provinsi yang hasilnya bahwa kini kearifan lokal sedikit terkikis sebagai dampak pengaruh globaliasi.

"Orang seolah tidak pe-de (percaya diri,red) ketika tampil dan mengangkat kearifan lokal. Padahal tiap daerah memilikinya, yang secara universal diakui nilai-nilainya sangat bagus," ia menjelaskan.

Ia menilai bahwa kearifan lokal masih memiliki kekuatan untuk menjaga kehidupan keharmonisan di Tanah Air, karena itu diharapkan melalui pendidikan, maka kearifan lokal perlu diangkat dan diaktualisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Kekuatan untuk mengubah karakter dengan revolusi mental melalui lembaga pendidikan, menurut Mas'ud, sangat dahsyat kekuatannya. Jangan dilihat sesaat, tetapi ke depan, yakinlah hasilnya bisa membanggakan.

Ia berharap kepada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JK). "Kearifan lokal harus ikut mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Tanpa kearifan lokal, Pancasila tak punya nilai apa-apa," ia menjelaskan.

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014