Jakarta (ANTARA News) - Karakter orang, terutama karakter baik, tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sesuatu yang dibentuk, dikonstruksi, seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan semakin dewasanya orang/anak itu, kata pemerhati pendidikan.

Pemerhati pendidikan yang juga Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Prof. Abdul Munir Mulkhan mengemukakan hal tersebut menanggapi persoalan pendidikan karakter saat ini, ketika dihubungi pers , Jumat.

"Anak itu ibarat kanvas putih bersih. Diberi goresan hitam, ia akan menjadi hitam. Diberi goresan kuning, ia akan  menjadi kuning. Atau yang lebih tepat, anak itu ibarat lempung. Dan kita, orang-orang dewasa di sekitarnya, adalah yang membentuk lempung itu. Akan berbentuk apa lempung itu, hal itu tergantung mereka yang membentuknya," ujar penulis buku Revolusi Kesadaran dalam Serat-Serat Sufi (2003).

Praktisi pendidikan yang akrab dengan dunia sufisme dan tasawuf itu menambahkan bahwa kurang tepat menjalankan pendidikan karakter  semata-mata dengan bersandar pada pendidikan agama, sebagaimana yang banyak dilakukan di berbagai sekolah. Menurutnya, agama penting namun ia hanya akan berfungsi sebagai kontrol internal pada diri sang anak.

Bagi sosok yang telah akrab dengan dunia pendidikan selama kurang lebih 50 tahun ini, apa yang tak kalah penting dibanding agama adalah juga lingkungan pendidikan sang anak.

Selain lingkungan keluarga di mana orangtua dan orang yang lebih dewasa menjadi teladan, perlu juga ada teladan baik dari lingkungan sekolah sang anak. Jadi para guru dan orang-orang yang terkait dengan administrasi sekolah juga harus juga memberikan contoh perilaku yang baik kepada sang anak.

"Ubah lingkungan di mana sang anak itu tumbuh jadi lingkungan yang memberi teladan baik. Tempatkan ia dalam lingkungan yang memunculkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Lingkungan inilah yang terutama membentuk lempung (anak) itu," katanya demikian menambahkan.

Prof. Munir Mulkhan mengatakan bahwa juga perlu ada semacam "reward and punishment" untuk sang anak, terutama di sekolah. Jika ia berlaku baik, beri semacam "hadiah" apa pun bentuknya, entah itu pujian atau apa pun.

"Jika ia berlaku buruk, beri juga ia hukuman. Lingkungan dan "reward and punishment" itu nantinya akan menjadi semacam kontrol eksternal (sosial) pada diri sang anak, yang lazimnya jauh lebih efektif ketimbang sekadar kontrol internal dalam membentuk karakter baik anak," tutupnya.

Sebanyak 18 materi karakter yang ingin dikembangkan dalam Kurikulum 2013 itu. Ke-18 karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014