Paris  (ANTARA News) - Pesawat tempur Prancis akan memulai pengintaian melalui udara di Irak kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius, Senin, sebelum konferensi yang diikuti sekitar 30 negara untuk membahas upaya memerangi kelompok milisi Negara Islam (IS).

"Kami telah mengatakan kepada pemerintah Irak bahwa kami siap dan meminta izin untuk terbang di wilayah Irak," kata Fabius kepada radio Europe 1 saat mengonfirmasi bahwa penerbangan pertama dari pangkalan militer Prancis di Abu Dhabi akan dimulai pada hari Senin

Para menteri luar negeri dari negara-negara Eropa utama, lima anggota tetap dewan keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, negara-negara tetangga Irak dan negara-negara di Teluk Arab seperti Qatar, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab bertemu di Paris untuk membahas tentang politik, keamanan, dan upaya kemanusiaan untuk menanggulangi IS.

"Mereka harus melakukan intervensi cepat karena mereka terlambat," kata Presiden Irak Fouad Masoum kepada Europe 1 merujuk pada dukungan militer pada Irak.

"Jika intervensi dan dukungan kepada Irak ini terlambat maka IS akan menguasai lebih banyak wilayah dan akan menimbulkan ancaman yang lebih besar," katanya.

Para pejabat di Prancis mengatakan rencana koalisi harus berjalan lebih dari sekedar gerakan militer dan kemanusiaan, dengan alasan bahwa harus ada rencana politik apabila kekuatan IS nantinya sudah dilemahkan di Irak.

Mereka mengargumentasikan kasus intervensi di Irak pada tahun 2003 yang dipimpin oleh AS.

Perancis tidak ikut serta pada saat itu, berimbas pada krisis yang saat ini terjadi di Irak karena kurang adanya visi jangka panjang untuk masyarakat Irak.

Pihak Prancis mengatakan siap untuk bergabung dengan serangan udara Amerika Serikat di Irak, namun Prancis mengatakan keterbatasan hukum dan militer membuat rencana tersebut lebih sulit diterapkan di Suriah yang merupakan letak basis kekuatan IS.

Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian, Senin, telah berada di Uni Emirat Arab, tempat pangkalan militer Prancis yang menampung antara lain enam pesawat tempur Rafale.

"Dampak dari pembiaran ini seakan mengatakan kepada kelompok ini silakan, kalian bebas melakukan apa pun. Kami tidak bisa melakukan itu," kata Fabius.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014