Kehidupan lembaga survei bukan hanya di sini (survei pilkada). Kita masih bisa bermetamorfosis (jika pilkada dikembalikan ke DPRD),"
Jakarta (ANTARA News) - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) membantah bakal bangkrut karena tidak memiliki pekerjaan, jika pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (DPRD).

"Kehidupan lembaga survei bukan hanya di sini (survei pilkada). Kita masih bisa bermetamorfosis (jika pilkada dikembalikan ke DPRD)," kata peneliti LSI Ardian Sopa di Jakarta, Kamis.

Pernyataan Ardian menyikapi komentar Sekjen Golkar Idrus Marham yang mengatakan bahwa lembaga survei bakal tutup atau bangkrut, akibat kehilangan pekerjaan jika pilkada dikembalikan ke DPRD.

Ardian menegaskan, sekalipun pilkada dikembalikan ke DPRD, lembaga survei masih bisa beralih melakukan survei untuk kepentingan pemasaran atau marketing dan riset-riset sosial lainnya.

"Ini persoalan remeh-temeh," kata Ardian.

Bagaimanapun juga, kata Ardian, berdasarkan hasil survei yang dilakukan LSI, keinginan publik saat ini adalah pilkada dilakukan langsung oleh rakyat.

Terlebih, ujarnya, mayoritas rakyat akan mempersalahkan Presiden RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, apabila pilkada dikembalikan kepada DPRD.

Fakta tersebut diperoleh melalui hasil survei "quick poll" yang dilakukan LSI terhadap 1.200 responden yang tersebar di seluruh Indonesia pada tanggal 14-16 September 2014.

"Sebesar 83,07 persen responden menyatakan bahwa presiden bisa dipersalahkan jika hak politik warga memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan ke DPRD. Hanya 13,41 persen publik yang menyatakan SBY tidak dapat dipersalahkan," ujar Ardian.

Survei LSI ini menggunakan metode "multistage random sampling" dengan tingkat "margin of error" kurang lebih 2,9 persen.

LSI menyatakan, SBY dicap sebagai aktor utama kemunduran demokrasi apabila pilkada dikembalikan ke DPRD. Karena pemerintahan SBY dinilai sebagai inisiator awal terciptanya wacana mengembalikan pilkada ke DPRD.

Oleh karena itu, kata dia, publik berharap SBY dapat mengambil sikap tegas dalam kapasitasnya sebagai presiden.

"Sikap tegas yang diharapkan publik adalah presiden menarik kembali RUU yang tengah dibahas di DPR karena undang-undang tersebut berawal dari inisiatif pemerintah. Jika presiden menarik kembali RUU tersebut maka pembahasan RUU di DPR tidak dapat dilanjutkan," ujar dia.

Selain itu, kata Ardian, SBY juga memiliki peluang "menyelamatkan" perjalanan demokrasi di Indonesia mengacu pada posisinya sebagai figur utama di Partai Demokrat, yakni partai yang akan menjadi penentu antara koalisi pendukung pilkada langsung atau pilkada melalui DPRD.

Sebab, kata dia, publik saat ini menyadari bahwa jika RUU Pilkada diputuskan oleh DPR maka pihak pendukung pilkada oleh DPRD yakni partai Koalisi Merah Putih akan menang, karena koalisi itu memiliki komposisi kursi terbesar di parlemen.

Sejauh ini Partai Demokrat secara resmi telah menyatakan dukungannya terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Namun Demokrat memberikan sejumlah persyaratan agar pilkada langsung menjamin pemilu yang adil dan demokratis.

Menurut Ardian, sikap Demokrat itu belum selesai sampai di sana. Demokrat tetap harus memastikan kadernya di DPR solid.

"Harapannya sikap politik Demokrat tidak berhenti di sana karena masih ada pekerjaan rumah, yaitu memastikan Demokrat solid di DPR, agar dukungan yang setuju pilkada langsung lebih besar," kata dia.
(R028/Z002)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014