Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa dalam perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang, Anas Urbaningrum, meminta pihak agar yang didakwa dan dituntut oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah Kongres Partai Demokrat.

"Sesungguhnya yang didakwa dan dituntut oleh JPU dalam perkara ini adalah peristiwa politik demokrasi bernama Kongres Partai Demokrat yang di dalamnya ada kompetisi dan konstetasi politik antarcalon ketua umum dengan segala dinamikanya," kata Anas dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu membacakan pledoi pribadinya yang ditulis tangan setebal 80 halaman. Dia membacanya selama dua jam dengan berdiri.

"Meski JPU mengatakan bukan mengadili kongres amat jelas ini mengadili kongres atau lebih tepatnya sepertiga kongres karena yang diadili adalah salah satu saja dari tiga peserta kongres di Bandung," katanya.

"Jika dilihat bahwa terdakwa pada saat itu adalah penyelenggara negara, karena juga masih menjadi anggota DPR, pada saat yang sama kontestan lain adalah Ketua DPR dan menteri yang juga masuk kategori penyelenggara negara," ungkap Anas.

Menurut Anas, bukan hanya "sepertiga kongres" yang harus diadili, tapi juga siapa saja yang dalam status penyelenggara negara mulai dari presiden, menteri, anggota DPR, gubernur, bupati, wali kota dan anggota DPRD yang menerima fasilitas dari penyelenggaraan kompetisi kongres, terutama Ketua Majelis Tinggi dan fungsionaisnya, Ketua Dewan Pembina dan fungsionarisnya, Ketua Dewan Kehormatan dan fungsionarisnya, Ketua Umum dan fungsionaris inti, termasuk Dwan Pengawas yang dibentuk oleh Dewan Pembina.

"Pada saat disebut bahwa bukan panitia kongres yang dihadirkan tentu yang dimaksudkan adalah panitia pengarah yang ketuanya adalah Edhi Baskoro Yudhoyono karena faktanya telah dihadirkan Didik Mukriyanto, ketua panitia pelaksanana kongres yang telah diperiksa sebagai saksi pada saat proses penyidikan," katanya.

Padahal, kata Anas, siapapun yang mengerti tentang penyelenggara Kongres pasti melihat Panitia Pengarah sebagai pihak yang paling paham tentang seluruh rangkaian acara dan bagaimana penyelenggaraannya.



Warna Politik

Anas menilai tuntutan terhadap dirinya semakin berwarna politik ketika sejak awal surat dakwaan dibuka dengan kalimat imajiner "sejak 2005 Anas sudah berniat dan mempersiapkan diri untuk menjadi calon presiden".

"Sungguh tidak rasional, absurd, mengada-ada dan hanya berdasarkan cerita kosong seorang saksi istimewa M Nazaruddin yang baru belajar politik dari terdakwa pada 2007," ungkap Anas.

Padahal, menurut Anas, ia sendiri pernah 2 kali gagal menjadi dosen di Universitas Airlangga sehingga tidak akan punya nyali untuk menjadi calon presiden.

Tuntutan jaksa KPK berdasarkan pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP.

Anas juga didakwa berdasarkan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 65 ayat 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan "entertainment".

Selain itu, biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya "event organizer", siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.

(D017/S023)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014