Jakarta (ANTARA News) - Kapal-kapal nelayan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, harus mengantre hingga sebulan untuk mendapatkan solar bersubsidi karena pembatasan penyaluran sejak Agustus 2014 lalu.

"Ini terjadi karena solar bersubsidi yang disalurkan ke kami memang di bawah kebutuhan untuk nelayan-nelayan di Muara Angke," kata Manajer Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBBN) Muara Angke, Bagus Rudiyono di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, sejak Agustus sampai bulan ini SPBBN hanya diberikan kuota sebesar 3.600 kiloliter untuk sebulan.

"Idealnya kami membutuhkan 6.000 sampai 7.000 kiloliter sebulannya," kata Bagus.

Menurutnya, akibat pemotongan tersebut, menimbulkan permintaan yang lebih besar daripada pengeluaran sehingga terjadi antrean kapal yang semakin menumpuk untuk mendapatkan solar.

"Saat ini ada sekitar 200 kapal yang mengantre, sementara itu antrean belum selesai, kapal dari laut sudah datang lagi" katanya.

Menurutnya, banyak dampak akibat nelayan harus mengantre sebulan tersebut, misalnya para Anak Buah Kapal (ABK) banyak yang jadi pengangguran.

"Sehingga berpotensi meningkatnya angka kemiskinan di keluarga nelayan," katanya.

Selanjutnya, produksi ikan dari laut menurun karena kapal tidak bisa secepatnya melaut lagi.

"Saat kapal datang lalu bongkar hasil muatan, idealnya langsung berangkat lagi, namun sekarang mereka harus antre terlebih dahulu untuk mendapatkan solar," ujarnya.

Dampak yang terakhir adalah potensi pencurian dan kebakaran akibat banyaknya kapal yang menumpuk di pelabuhan.

Ia menambahkan, situasi ini perlu segera dicari penyelesaiannya.

"Mungkin dengan operasi pasar BBM, disuplai sesuai kebutuhan terhadap kapal-kapal yang mengantre tersebut," ujarnya.

(SDP-67/B013)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014