Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Ahmad Fathanah alias Olong yang merupakan kawan dekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq sehingga tetap dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

"Citra dan kewibawaan MA kian baik setelah berbagai putusan yang tegas diterapkan atas berbagai pelaku tindak pidana korupsi. Semua ini akan menjadi bagian penting untuk membangun kehormatan MA sebagai benteng terakhir pencari keadilan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat.

Pada Kamis (18/9), MA memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan Fathanah.

"Ditolak semuanya (kasasi jaksa dan Fathanah)," kata Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung yang juga Ketua Majelis Kasasi, Artidjo Alkostar pada Kamis (18/9).

Putusan itu diambil oleh Artidjo Alkostas, MS Lumi dan Leo Luhut Hutagalung.

Sebelumnya pada 19 Maret 2014 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah hukuman pidana Fathanah dalam kasus korupsi pemberian suap untuk pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang menjadi 16 tahun dan pidana denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Vonis itu lebih berat 2 tahun dibanding putusan Fathanah di pengadilan tingkat pertama yang diputuskan pada 4 November 2013 lalu divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan.

Namun putusan itu masih lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Fathanah dipenjara selama 17,5 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.

MA pada Senin (15/9) juga memutuskan memperberat hukuman kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus yang sama menjadi 18 tahun penjara ditambah mencabut hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Kasus (Lutfhi dan Fathanah) lain, tidak bisa disamakan. justru kalau disamakan tidak adil karena posisi perannya berbeda," ungkap Artidjo.

Menurut Artidjo, peran Luthfi dan Fathanah berbeda.

"Korupsi ada korupsi aktif dan pasif, berbeda dengan orang yang duduk manis lalu orang datang mengantar sogokan. jadi tidak bisa (disamakan). Tidak ada kasus yang sama persis, mesti ada perannya yang berbeda," tegas Artidjo.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014