Surabaya (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengubah pola pendanaan Buku Kurikulum 2013 yang semula menggunakan BOS (biaya operasional sekolah) berganti dengan DAK (dana alokasi khusus) pendidikan.

"Kalau semester pertama masih menggunakan BOS dengan dana ada di sekolah-sekolah, tapi untuk semeter kedua akan menggunakan DAK pendidikan yang dananya sudah ada di kabupaten/kota, insya-Allah tidak akan seperti dengan BOS," kata staf khusus Mendikbud, Sukemi, di Surabaya, Jumat.

Di sela pertemuan dengan alumni Sarjana Mengajar di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) dan mahasiswa penerima Bidik Misi di Surabaya (Unesa, Unair, ITS), ia menjelaskan Kemdikbud sendiri sudah berkoordinasi dengan Kemdagri dan Kemkeu untuk DAK pendidikan itu.

"Dalam koordinasi itu, pihak Kementerian Keuangan sepakat untuk mempercepat transfer DAK pendidikan itu ke kabupaten/kota, kemudian pihak Kemdagri juga sepakat untuk memerintahkan pemerintah kabupaten/kota untuk merealisasikan DAK itu, sekaligus Kemdagri akan mengawasi realisasinya," katanya.

Menurut dia, perubahan pola pendanaan Buku Kurikulum 2013 itu diperkirakan akan lebih baik dari pola sebelumnya, karena DAK pendidikan itu tinggal menyalurkan dana pada kabupaten/kota, sedangkan pola sebelumnya dengan BOS justru agak lambat prosesnya.

"Apalagi, deadline DAK pendidikan itu pada 15 Desember mendatang, sehingga buku untuk semester dua yang sekarang sudah pada tahap penyedia itu tinggal proses mencetak saja, jadi insya-Allah akan lebih baik prosesnya," katanya.

Ditanya jumlah buku yang akan dicetak untuk semester kedua, ia mengatakan jumlahnya lebih sedikit, karena buku yang dicetak pada semester pertama itu mencapai 245 juta (SD, SMP, SMA/SMK_, sedangkan pada semester kedua hanya 150 juta buku.

"Itu karena ada buku yang tidak perlu dicetak lagi pada semester kedua, seperti Buku Agama dan Budi Pekerti yang berguna selama setahun, sehingga tidak perlu dicetak lagi. Tapi, sekolah dibawah Kemenag (MI, MTs, MA) mungkin berbeda," katanya.

Dalam pertemuan jajaran Kemdikbud dengan alumni SM3T dan mahasiswa penerima Bidik Misi (Unesa, Unair, ITS) itu, mereka umumnya menilai program SM3T dan Bidik Misi itu sangat bermanfaat untuk "mengajari" mahasiswa/sarjana tentang "pengalaman" kehidupan.

"Apa yang saya bayangkan tentang proses belajar mengajar di sana itu terbalik 360 derajat dari apa yang ada di sini. Akhirnya, saya tidak hanya mengajar anak-anak di sana, tapi saya justru banyak belajar dari anak-anak dan masyarakat," kata peserta SM3T angkatan III (2014), Nuvis Melodiana Fitriyah, yang mengajar di Sumba Timur, NTT.

Hal senada diungkapkan peserta SM3T angkatan II (2013), Puri Tyawati Djoyoharjo, yang mengajar di Mdona Hyera, Pulau Luang Timur, Maluku Barat Daya. "Motivasi anak-anak untuk belajar cukup tinggi, bahkan malam pun masih minta diajari, tapi mereka jarang bertemu guru-guru mereka yang ada di kota," katanya.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa peserta Bidik Misi mengaku sangat terbantu dengan program itu, sebab mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu itu umumnya merasa "kuliah" adalah mimpi, namun mimpi itu menjadi kenyataan dengan Bidik Misi.

Pewarta: Edy M Ya'kub
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014