Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Rabu pagi melemah dua poin menjadi Rp11.965 per dolar AS dari posisi terakhir sebelumnya Rp11.963 per dolar AS.

"Minimnya sentimen dari dalam negeri membuat pelaku pasar uang mengambil posisi wait and see," kata Analis Riset Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada.

Ia mengatakan saat ini pelaku pasar menantikan realisasi kebijakan pemerintahan baru dalam mendorong pembangunan infrastruktur dan kebijakan soal kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Kondisi itu membuat pergerakan rupiah mendatar," katanya.

Di sisi lain, ia menambahkan, ketidakpastian dan volatilitas pasar keuangan dunia juga masih akan terjadi dalam jangka pendek hingga menengah dan membuat mata uang di negara-negara berkembang termasuk Indonesia cenderung melemah.

"Kenaikan tipis data indeks manufaktur Tiongkok belum cukup mampu menopang laju rupiah untuk dapat bertahan di area positif," katanya.

Analis monex Investindo Futures Zulfirman Basir menambahkan sebagian investor pasar uang cenderung masih khawatir dengan prospek kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve), yang menimbulkan persepsi bahwa kenaikan suku bunga Amerika Serikat bisa dilakukan lebih cepat setelah program pembelian obligasinya berakhir.

"Sentimen Fed rate masih akan terus membayangi laju mata uang rupiah," katanya.

Meski demikian, ia mengemukakan bahwa secara teknikal potensi penguatan rupiah masih terbuka menyusul mulai turunnya indikator stochastic yang dapat memberikan kesempatan penguatan bagi rupiah.

Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan diperdagangkan di kisaran Rp11.950-12.000 per dolar AS hari ini.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014