Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tuntutan pencabutan hak politik mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bukan karena alasan politik, melainkan berdasar pertimbangan hukum.

"Jaksa Penutut Umum KPK bukan orang politik sehingga kami tidak mau bermain-main dan ditarik-tarik dengan pernyataan dan sinyalemen yang bersifat politis yang berulang kali dikemukakan oleh Anas dan kelompoknya yang memang politikus," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat, Rabu.

Selain menuntut Anas dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp94,18 miliar dan 5.26 juta dolar AS, jaksa KPK menuntut pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik.

Jaksa KPK juga menuntut pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya.

"Bagi KPK, Anas itu diperlakukan sama posisinya sama dengan terdakwa kasus korupsi lainnya, tidak ada bedanya sama sekali, sama seperti Djoko Susilo, (Ratu) Atut, Rusli Zainal, Akil dan lain-lain yang juga diminta untuk dicabut hak dipilih dan memilihya," tambah Bambang.

Bambang mengatakan sebagai penegak hukum KPK bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti serta pembuktian.

"Hukuman tambahan dalam KUHP dan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi membolehkan dilakukan pencabutan hak memilih dan dipilih," jelas Bambang.

"KPK hanya mengingatkan Anas yang pernah sesumbar dengan pernyataannya soal bersedia digantung di Monas kalau korupsi Rp1 saja tapi kini Monas seolah sudah dilupakannya," katanya.

Ia menambahkan beberapa keterangan saksi menunjukkan bukti bahwa Anas juga yang menyuruh Nazaruddin melarikan diri ke Singapura.

Sementara Juru bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia Ma'mun Murod Al- Barbasy berharap hakim bersikap objektif dan adil terhadap Anas.

"Hakim objektif dan bersikap adil serta mendasarkan putusannya pada fakta persidangan. Hakim tak bisa memutus hanya dengan memperhatikan dakwaan JPU sebab kalau fakta-fakta persidangan dikangkangi ini sama halnya menginjak-injak forum persidangan yang dipimpinnya," kata dia.

Hakim dijadwalkan membacakan vonis perkara Anas pada Rabu pukul 14.00 WIB. Jadwal tersebut dipercepat karena Ketua Majelis Hakim Haswandi akan berangkat ke Arab Saudi untuk beribadah haji pada 25 September 2014.

Anas dalam perkara ini diduga menerima uang sebanyak 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014