Dari 321.232 pemberitaan selama sebulan terakhir, 11.773 membicarakan mengenai Pilkada. Ini artinya, pembicaraan mengenai pro-kontra Pilkada mendapat porsi sebanyak 4 persen dari seluruh pemberitaan yang dilansir media,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Komunikasi Indonesia Indikator (I2) Rustika Herlambang mengungkapkan pembahasan RUU Pilkada menjadi salah satu topik politik terhangat dalam pemberitaan media online dan media sosial.

"Dari 321.232 pemberitaan selama sebulan terakhir, 11.773 membicarakan mengenai Pilkada. Ini artinya, pembicaraan mengenai pro-kontra Pilkada mendapat porsi sebanyak 4 persen dari seluruh pemberitaan yang dilansir media," kata Rustika di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, berdasarkan hasil analisis media online dan media sosial pada 23 Agustus hingga 23 September 2014, pemberitaan mengenai RUU Pilkada di Indonesia mendapat respons yang sangat besar dari seluruh media online.

Ekspose tertinggi pembicaraan RUU Pilkada, lanjut dia, terjadi pada bulan September 2014 dengan 8.490 pemberitaan. "Saat itu Koalisi Merah Putih memunculkan ide penghapusan pilkada langsung dalam RUU Pilkada," tuturnya.

Ia menuturkan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi influencer terbesar di media terkait RUU Pilkada dalam sebulan terakhir. "Sebanyak 2.992 pernyataannya dikutip oleh 191 media," kata Rustika.

Puncak pemberitaan Ahok terjadi pada tanggal 10 September 2014 dengan 1.036 pernyataan, dikutip oleh media. Fokus berita terutama terkait dengan pengunduran dirinya dari Partai Gerindra lantaran berbeda sikap mengenai RUU Pilkada.

"Influencer kedua, RUU Pilkada diduduki oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pernyataan sebanyak 1.475 yang dikutip media. Puncak pemberitaannya terjadi pada tanggal 15 September dengan 697 pernyataan dikutip media," paparnya.

 Sementara di media sosial, terdapat 102.074 tweet terkait pembahasan mengenai pilkada.

Rustika mengatakan, wacana menolak RUU Pilkada lebih mendominasi pemberitaan sebanyak 77,3 persen dalam sebulan terakhir dibandingkan dengan 22,7 persen yang bersikap sebaliknya di media online.

"Penolakan terus meningkat dalam seminggu terakhir. Sebanyak 80,4 persen pemberitaan media cenderung menolak RUU Pilkada," tuturnya.

Penolakan terhadap RUU Pilkada, kata Rustika, juga disuarakan di media sosial. Sebanyak 91,57 persen netizen me-mention dukungan terhadap Pilkada langsung atau menolak RUU Pilkada, ujarnya.

Dari 1.806 pemberitaan mengenai penolakan terhadap RUU pilkada, kata Rustika, eksposure terhadap Partai Demokrat mencapai posisi tertinggi yakni 696 berita, atau sekitar 38,6 persen pemberitaan. Sementara itu sekitar 14,5 persen merupakan suara (pemberitaan) tentang PDIP.

"Dalam pemberitaan Pendukung RUU Pilkada, Gerindra mendominasi 202 pemberitaan atau 37,6 persen dari 537 pemberitaan. Sementara Golkar menempati porsi sebesar 26 persen," tutur Rustika.

Berdasarkan Analisis media online dan twitter dilakukan oleh Indonesia Indicator (I2), lembaga riset berbasis piranti lunak Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis indikasi politik, ekonomi, sosial di Indonesia melalui pemberitaan (media mapping), wacana RUU Pilkada memuncak pada bulan September 2014 tatkala Koalisi Merah Putih mendorong penghapusan Pilkada Langsung dalam RUU Pilkada.

"Gerakan Koalisi Merah Putih tersebut langsung mendapat respons di media massa. Di media online, isu penghapusan pilkada langsung umumnya mendapat reaksi negatif," paparnya.

 "Pemberitaan yang mendukung Pilkada Langsung (tolak RUU Pilkada) jumlahnya 3 kali lipat dibanding Pendukung RUU Pilkada di media dalam sebulan terakhir. Pengguna media sosial ternyata memiliki tingkat kepedulian yang cukup tinggi terhadap isu seputar RUU Pilkada.
(S037/R010)

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014