Jakarta, 25 September 2014 (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat terus berkomitmen untuk menjaga momentum hubungan baik kedua negara dengan meningkatkan kemitraan strategis dan komprehensif. Kedua negara pun menyatakan komitmennya untuk mengambil langkah langkah praktis lanjutan dalam memerangi kegiatan ilegal unreported and unregulated (IUU) Fishing. Hal ini diwujudkan melalui pertemuan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).  Pertemuan ini akan membahas kerja sama dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan untuk memberantas IUU Fishing serta perencanaan tata ruang laut. Hal ini diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dalam pertemuan dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di New York, Amerika Serikat, Senin (23/9).

Lebih lanjut Sharif menjelaskan, selama ini kemitraan strategis antara Indonesia dan AS berkembang dengan baik, dengan hasil nyata berupa kerja sama bilateral di berbagai sektor kelautan dan perikanan, termasuk di didalamnya untuk memerangi praktik illegal fishing. Karena, praktik IUU Fishing secara nyata mengancam pencapaian visi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan stok ikan, lingkungan, mata pencaharian masa depan masyarakat kelautan dan pesisir.   Dalam kesempatan tersebut, Sharif menyampaikan pengalaman Indonesia yang terus berkonsistensi dalam memerangi praktik IUU fishing lewat penekanan kuat pada teknologi dan keterlibatan masyarakat.

Terkait penerapan teknologi, Indonesia telah menerapkan sistem pemantauan kapal perikanan (Vessel Monitoring System/VMS). Sistem ini merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan berbasis satelit. Tujuannya adalah untuk memastikan kepatuhan (compliance) kapal perikanan terhadap ketentuan pengelolaan sumber daya perikanan. Sedangkan sasarannya adalah terwujudnya kelestarian sumber daya perikanan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini merupakan langkah nyata dan bentuk keseriusan KKP dalam mewujudkan pengelolaan perikanan dan penanggulangan serta pemberantasan IUU Fishing, yang senafas dengan International Plan of Action (IPOA) - IUU Fishing. “Melalui VMS, keberadaan dan pergerakan kapal-kapal perikanan dapat dipantau setiap selang waktu tertentu dan dalam waktu yang hampir bersamaan. Selain itu, data VMS juga digunakan untuk memverifikasi hasil tangkapan ikan dalam rangka penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI), sesuai ketentuan Komisi Uni Eropa,” jelas Sharif.

Hasilnya pada tahun 2013, terpantau pelanggaran oleh kapal perikanan sebanyak 229 kasus. Pelanggaran itu didominasi oleh pelanggaran fishing ground, teritorial, transhipment dan kapal yang tidak masuk pelabuhan check point. Selain itu, dalam mengajak peran serta masyarakat, KKP telah menjalankan program Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (Siswasmas) dengan menyiagakan 2.195 Pokmaswas di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat 1.125 Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) berpartisipasi aktif dalam melaksanakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP) serta mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, sebagaimana diamanatkan dalam International Plan of Action (IPOA) - IUU Fishing.  Saat ini, KKP memiliki 31 kapal patroli pengawas. Di mana, 10 kapal beroperasi di wilayah perikanan Indonesia Barat seperti Natuna, Anambas, Karimata, dan lainnya. Sebanyak 11 lainnya di Indonesia Timur, tepatnya di perairan Sulawesi dan Arufuru. Sedangkan enam lainnya merupakan kapal kecil yang operasionalnya dibagi secara seimbang antara dua wilayah itu.

Tak ketinggalan, dalam pertemuan bilateral tersebut Sharif mengemukakan beberapa kemajuan kerjasama kerja sama bilateral RI-AS dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Kerja sama ini meliputi pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana alam, pengelolaan perikanan berkelanjutan dan adaptasi terhadap perubahan iklim serta IUU fishing. Seperti diketahui, kerja sama itu dilaksanakan dengan menggandeng lembaga AS seperti National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) dan United States Agency for International Development (USAID). Rencananya, pada tanggal 23-26 September ini, NOAA bersama USAID menggelar lokakarya IUU Fishing di Silver Spring, Maryland, AS. Dalam forum tersebut, Indonesia turut serta berpartisipasi untuk berbagi pengetahuan dan informasi dalam memerangi IUU Fishing. “Saya senang bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk berkontribusi pemikiran dan keprihatinan kami tentang masalah ini, karena dampak dari IUU Fishing sering membahayakan lingkungan dan ekonomi, terutama untuk Indonesia sebagai negara kepulauan di mana 70 persen dari wilayah nasional tertutup oleh laut,” ujarnya.

Sebagai informasi, Amerika Serikat memiliki pengalaman dalam melindungi habitat laut dan mencegah penangkapan ikan ilegal di wilayah hukum AS. Bahkan baru-baru ini Pemerintah AS telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan IUU fishing dan pemalsuan produk makan laut. Seiring dengan itu, Sharif menyambut baik dan mendukung sepenuhnya pembentukan satgas ini.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014