Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menolak novum (bukti baru) yang diajukan oleh mantan jaksa Urip Tri Gunawan, terpidana 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider satu tahun kurungan dalam kasus suap dan pemerasan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) Urip.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka alasan pemohon PK bukan termasuk dalam materi peninjauan kembali sehingga harus dikesampingkan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rini Triningsih dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Terdapat tiga butir penjelasan dalam novum (bukti baru) yang disampaikan Urip dalam persidangan.

Pertama Urip menjelaskan bahwa KPK dan Kejaksaan Agung sama-sama menyelidiki terkait perkara BLBI sehingga menurut dia, tidak ada unsur melawan hukum yang menjadi dasar tindak pidana terhadapnya.

"Perbuatan pemohon PK telah memenuhi unsur pasal dakwaan karena pemohon PK selaku pegawai negeri atau penyelenggara telah menerima hadiah berupa uang tunai sejumlah 660 ribu dolar AS dari Artalyta Suryani, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ungkap jaksa.

Menurut jaksa, terdapat sejumlah fakta persidangan yang menunjukkan Urip terbukti menerima uang sebagai jaksa dalam anggota tim penyelidik BLBI PT Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Urip juga telah melakukan komunikasi dengan pengusaha Artalyta Suryani yang terkait langsung dengan pemilik PT BDNI Sjamsul Nursalim untuk mencari cara Sjamsul menghindari pemeriksaan dalam kasus itu.

"Keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa hadiah yang diterima adalah merupakan pinjam-meminjam untuk bisnis perbengkelan merupakan alibi yang tidak rasional," ungkap jaksa Rini.

Sedangkan dalam novum kedua, Urip mempermasalahkan frasa "perintah supaya ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan" yang tidak ada dalam amar putusannya. Dia menilai bahwa hal tersebut bertentangan dengan putusan MK nomor 69/PUU-X/2012, sehingga putusan terhadapnya harus dibatalkan.

"Keberatan tersebut tidak tepat bila diajukan pada saat pengajuan PK karena bukan novum dan seharusnya keberatan tersebut diajukan sesaat setelah ditahan tanpa adanya surat penetapan perpanjangan penahanan dari MA, namun pemohon PK tidak pernah mengajukan keberatan sampai dengan pelaksanaan eksekusi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka alasan pemohon PK bukan merupakan novum sehingga harus dikesampingkan," ungkap jaksa.

Sementara dalam novum ketiga, Urip mengungkapkan bahwa jaksa pada KPK tidak mempunyai kewenangan mengeksekusi putusan pengadilan, menurut Urip, kewenangan untuk melakukan eksekusi, ada pada jaksa pada Kejaksaan.

"Pendapat pemohon PK tersebut tidak benar karena justru selama ini prakteknya semua perkara yang ditangani KPK sudah diputus pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, eksekusinya dilakukan oleh jaksa KPK," tegas jaksa.

Urip juga berupaya mengajukan bukti baru untuk meringankan perkaranya yaitu berupa kegiatan selama di lembaga pemasyarakatan.

"Saya mau menyampaikan bukti baru, yang mungkin bisa meringankan saya yaitu kegiatan-kegiatan saya selama di lapas berupa catatan kegiatan rohani pertama menyusun rencana strategis kegiatan mengenai persetujuan yaitu doa sebagai gaya hidup," kata Urip di ujung persidangan.

Urip juga mengajukan karyanya berjudul "Marilah kita berlomba-lomba mendirikan ibadah" ditambah aktivitasnya dalam program catur di lapas dan sampai juara di tingkat nasional.

Namun penjelasan itu umalah dipertanyakan majelis hakim karena pekan lalu sudah disepakati bahwa tidak ada pengajuan bukti baru baik berupa dokumen atau saksi.

"Kemarin kan sudah ditegaskan tidak ada pengajuan bukti lain, baik saksi maupun surat. Kok masih diajukan?" kata ketua majelis hakim Supriyono. Supriyono didampingi oleh hakim anggota Casmaya dan Muhlis.

"Kemarin belum terbawa, mohon maaf majelis," jawab Urip.

JPU KPK pun tidak keberatan dengan dokumen itu.

"Kami sesuai kesepakatan majelis hakim saja, karena dokumen itu tidak ada kaitannya dengan novum," kata Jaksa Rini.

Selanjutnya Urip dan jaksa menandatangani berita acara persidangan dan selanjutnya diteruskan ke Mahkamah Agung.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014