Jakarta (ANTARA News) - Deputy Country Director Bank Pembangunan Asia (ADB) Edimon Ginting mengatakan kondisi fiskal Indonesia masih terjaga, karena pemerintah bisa mengelola defisit anggaran dalam APBN di bawah 3,0 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Defisit anggaran meningkat, tapi manageable dan fiskal tetap terjaga, karena masih dibawah tiga persen," katanya di Jakarta, Kamis.

Edimon mengatakan defisit anggaran yang masih terkelola ini, menandakan Indonesia masih memiliki ruang fiskal yang memadai, dan tidak mempunyai anggaran yang berisiko dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Bahkan formalnya, Indonesia memiliki defisit dibawah 2,5 persen. Ini fiscal room yang cukup bagus dan bukan merupakan risiko yang besar," ujarnya.

Namun, menurut dia, akan lebih baik apabila ruang fiskal tersebut dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas, salah satunya dengan melakukan realokasi anggaran belanja subsidi kepada belanja infrastruktur yang lebih bermanfaat.

"Infrastruktur lebih mempunyai multiplier effect untuk mendorong daya saing ekonomi, kalau untuk subsidi kontribusinya hanya jangka pendek. Infrastruktur juga bisa mendukung efisiensi dan pertumbuhan ekonomi," kata Edimon.

ADB mencatat pemerintah Indonesia telah memberikan respons atas perlambatan pertumbuhan, penerimaan pajak yang lemah dan peningkatan biaya subsidi, dengan menaikkan defisit anggaran 2014 dari 1,7 persen menjadi 2,4 persen terhadap PDB.

Revisi anggaran tersebut diproyeksikan akan sedikit mendukung pertumbuhan ekonomi pada semester II-2014 yang diperkirakan mencapai 5,4 persen, sehingga pada akhir tahun pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,3 persen.

Meski demikian, pengeluaran untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik tetap tinggi, yaitu sekitar 18,6 persen dari total pengeluaran belanja pemerintah pusat, walaupun harga bensin bersubsidi telah dinaikkan pada 2013.

Sementara, dalam RAPBN 2015, pemerintah memberikan target defisit anggaran 2,21 persen terhadap PDB, dengan menekan alokasi belanja modal serta tidak mengurangi pagu belanja subsidi energi terutama untuk BBM.

Namun, ADB memprediksi pemerintahan baru akan segera merevisi anggaran 2015 dan memotong subsidi energi, sehingga langkah tersebut akan menyediakan lebih banyak anggaran bagi investasi di bidang infrastruktur dan sosial.
(S034)

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014