Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan pembahasan program pengurangan emisi melalui pencegahan deforestasi dan penurunan kualitas hutan (REDD+) terlalu mengakomodir kepentingan korporasi kehutanan.

"Jika melihat pertemuan (Forum Indonesia REDD+ di Markas Besar PBB New York, 24 September) kemarin, belum terlihat ada perubahan mindset (pola pikir) dengan hanya menghadirkan pemerintah, lembaga bisnis, dan lembaga multilateral," kata Kepala Departemen Advokasi Walhi Nurhidayati dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Masyarakat adat di berbagai daerah di Indonesia tanpa komitmen atau insentif apapun telah sekian lama melaksanakan upaya menjaga kelestarian tetapi mereka justru tidak pernah dilibatkan, katanya.

Untuk itu, ujar dia, Forum Indonesia REDD+ memberikan catatan kepada pemerintahan mendatang di bawah kepemimpinan Presiden Terpilih Joko Widodo guna memberikan ruang kepada masyarakat dalam pembahasan REDD+ dan melanjutkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi.

Pekerjaan rumah paling besar dan perlu menjadi perhatian Pemerintah Jokowi terhadap implementasi komitmen REDD+, tegasnya, adalah penegakan hukum terhadap korporasi-korporasi yang terlibat dalam kebakaran hutan.

"Kerusakan hutan sudah meruigiksn masyarakat dan negara Indonesia dalam bentuk bencana ekologis serta berbagai kerugian negara akibat kebakaran hutan," ujar Nurhidayati.

Presiden Yudhoyono saat menyampaikan pandangan dalam Forum Indonesia REDD+ di Markas Besar PBB New York, Rabu (24/9) pagi waktu setempat menyatakan, kebijakan moratorium izin menggunakan hutan telah diperpanjang hingga tahun 2015.

Sebagai hasil dari moratorium, kata Presiden, telah ada kemajuan luar biasa dalam upaya mencegah laju kerusakan hutan dan pengurangan kualitas hutan.

"Kami berhasil mengurangi laju deforestasi rata-rata 1,2 juta hektare per tahun antara 2003-2006 menjadi rata-rata 450.000-650.000 hektare per tahun antara 2011 hingga 2013," papar Presiden Yudhoyono.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014