PP itu kesepakatan antar lembaga pemerintah"
Jakarta (ANTARA News) - Peraturan pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (PP Gambut) terbuka untuk direvisi dengan mengajukan evaluasi melalui gugatan proses hukum, kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Menteri di Jakarta, Senin, menyarankan pemangku kepentingan yang merasa keberatan untuk menempuh upaya tersebut.

"Ini negara demokrasi dan hukum, silakan tempuh proses revisi dan evaluasi melalui proses hukum jika memang keberatan dengan PP gambut ini," katanya.

Menhut menjelaskan PP gambut dirancang atas inisiatif Kementerian Lingkungan Hidup, sedangkan pihaknya menyepakati ketentuan yang diatur dalam PP tersebut termasuk soal penetapan kawasan lindung gambut dan batas paling rendah muka air gambut.

"Tidak bisa jika kami menolak sendiri, PP itu kesepakatan antar lembaga pemerintah," katanya.

PP gambut yang baru disahkan menuai banyak protes dari kalangan pelaku usaha, akademisi, juga LSM.

Beberapa ketentuan yang kontraproduktif dalam PP gambut adalah penetapan kawasan lindung seluas 30 persen dari seluruh kesatuan hidrologis gambut.

Selain itu, gambut juga ditetapkan berfungsi lindung jika memiliki ketebalan lebih dari 3 meter. Yang dinilai paling memberatkan adalah ketentuan yang menyatakan bahwa muka air gambut ditetapkan minimal 0,4 meter, atau bakal dinyatakan rusak.

Sementara itu Badan Litbang Kementerian Kehutanan tidak merekomendasikan penetapan muka air paling rendah 0,4 meter sebagai indikator kerusakan gambut dengan berpatokan pada kajian ahli gambut Belanda, Hooijer.

Menurut Kepala Badan Litbang Kemenhut San Afri Awang, batas bawah muka air 0,4 meter hanya cocok untuk budidaya tanaman semusim. Sementara untuk tanaman keras yang dibudidayakan seperti akasia, muka air tersebut akan membanjiri akar dan membuat pohon mati.

Dia menyatakan, lahan gambut bukanlah lahan yang haram untuk dimanfaatkan. Berbekal iptek, lahan gambut terbukti bisa dikelola secara lestari.

Awang menyayangkan masih adanya kekhawatiran dari beberapa pihak bahwa pengelolaan gambut akan merusak. "Kami sudah membuktikan, gambut bisa dikelola. Bahkan pada lahan gambut yang sudah rusak, gambut bisa dimanfaatkan untuk budidaya, asal ipteknya tepat," kata guru besar di Fakultas Kehutanan UGM itu.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Nana Suparna mengatakan jika PP tentang Gambut ini diterapkan maka semua HTI di gambut secara otomatis akan menghentikan kegiatannya.

Potensi kerugian yang ditimbulkan pun sangat besar mencapai Rp103 triliun per daur tanam selain itu kematian juga mengancam industri hilir pengguna bahan baku kayu HTI, PHK besar-besaran dikuatirkan juga akan terjadi.

Nana menyebutkan, saat ini saja HTI yang terhenti operasionalnya karena berbagai kendala ekonomi seperti konflik lahan, regulasi tumpang tindih termasuk pungutan dan iuran, sudah puluhan unit.

Ia memprediksi dengan berlakunya RPP gambut, HTI yang aktif akan berkurang lagi, menjadi 27 persen dari 45 persn yang kini aktif, karena 60 persen dari HTI yang beroperasi adalah HTI gambut.

"Lalu ada kerugian dari devisa yang hilang bersumber dari pendapatan pulp dan kertas sebesar 5,4 miliar dolar AS per tahun dari total produksi 16,8 juta ton, yang selama ini memanfaatkan bahan baku dari HTI. Akan terjadi PHK besar-besaran, sekitar 300.000 tenaga kerja langsung di sektor ini," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014