Setelah mengkaji putusan dan mempertimbangkan saran dari kelurga, temen dan simpatisan, hari ini tanpa mengurangi rasa hormat kepada majelis hakim ataup KPK, mas Anas memutuskan untuk menggunakan haknya untuk melakukan banding,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbanigrum mengajukan banding atas putusan vonis 8 tahun penjara dan sejumlah denda uang.

"Setelah mengkaji putusan dan mempertimbangkan saran dari kelurga, temen dan simpatisan, hari ini tanpa mengurangi rasa hormat kepada majelis hakim ataup KPK, mas Anas memutuskan untuk menggunakan haknya untuk melakukan banding," kata kuasa hukum Anas, Handika Honggo Wongso melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin.

Selain divonis masuk penjara selama delapan tahun, Anas juga divonis sejumlah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 2 tahun kurungan dalam perkara tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Sebelumnya dalam sidang 24 September 2014, majelis hakim yang terdiri atas Haswandi, Prim Haryadi, Sutio Jumadi, Joko Subagyo dan Slamet Subagyo memvonis Anas dengan 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan, atas putusan itu Anas menyatakan pikir-pikir.

"Dengan harapan nantinya majelis banding akan memeriksa dan memutuskan secara lebih benar dan adil, untuk itu kami akan mendaftarkan dan membuat akte bandingnya besok hari di PN Jakarta Pusat," jelas Handika.

Alasan pengajuan banding tersebut adalah rasa tidak adil terhadap vonis itu.

"Alasan pokok untuk banding adalah pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis untuk menyatakan terbuktinya dakwaan pertama subsider dan dakwaan kedua itu menurut kami tidak benar dan juga tidak adil, karena menggunakan bukti saksi dan surat yang tidak bernilai sebagai alat bukti, contohnya saksi yang dipakai keterangannya saling kontradiksi sehingga tidak ada kesesuaiannya," ungkap Handika.

Handika juga mengapresiasi putusan hakim yang menolak permohonan jaksa KPK untuk mencabut hak politik Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Kami mengapresiasi putusan yang menolak tuntutan soal pencabutan hak politik, pertimbangan hukumnya sangat bagus, sedang untuk putusan yang lain, soal vonis 8 tahun itu sangat berat dan tidak berdasar, sedang untuk uang pengganti itu juga secara hukum tidak benar karena tidak ada kerugian negara dalam kasus Mas Anas. Mas Anas tidak menerima uang sebanyak Rp55 miliar dan 5 juta dolar AS itu," tegas Handika.

Sedangkan pihak KPK menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto akan mengajukan banding.

"Pimpinan KPK dipastikan akan mengajukan banding bila hukumannya di bawah dua pertiga tuntutan apalagi menurut kami dakwaan kesatu primer dan ketiga juga berhasil dibuktikan jaksa," kata Bambang pada Kamis (24/9) malam.

Namun jaksa penuntut umum KPK masih menyatakan pikir-pikir.

VOnis Anas sesungguhnya lebih ringan dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Anas dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan ditambah hukuman tambahan yaitu membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94,18 miliar dan 5,26 juta dolar AS, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektar di kecamatan Bengalon dan Kongbeng, kabupaten Kutai Timur.

Vonis Anas diambil berdasarkan dakwaan pertama subsider yaitu pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam perkara ini hakim menilai Anas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan berlanjut yaitu menerima hadiah sebagai penyelenggara negara sebanyak Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari PT Adhi Karya dan Permai Grup untuk membiayai kebutuhan pencalonan dirinya sebagai Ketum Demokrat dalam Kongres Demokrat Mei 2010.

Dakwaan kedua yang terbukti berasal dari pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Hakim menilai Anas terbukti menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yaitu uang komisi dari proyek APBN yang dikumpulkan Permai Grup dan selanjutnya dibelikan tanah dan bangunan di Jalan Teluk Semangka seluas 639 meter persegi senilai Rp3,5 miliar; rumah dan bangunan di Jalan Selat Makassar senilai Rp690 juta; tanah seluas 200 meter persegi di Jalan DI Panjaitan No 57 Mantrijeron Yogyakarta serta Jalan DI Panjaitan No 139 Mantrijeron seluas 7.870 meter persegi dengan total senilai Rp15,74 miliar yang diatasnamakan mertua Anas Atabik Ali, pemilik pondok pesantren Ali Masum, Krapyak.

Sedangkan dakwaan ketiga mengenai TPPU Anas untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan PT Arina Kota Jaya di Kutai Timur dengan menggunakan uang Rp3 miliar dinilai tidak terbukti.
(D017/A029)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014