Kabul (ANTARA News) - Ashraf Ghani, yang pernah menjadi akademisi di Amerika Serikat, diambil sumpahnya sebagai presiden baru Afghanistan, Senin, dan menggunakan pidato pelantikan untuk menyeru gerilyawan Taliban bergabung dalam pembicaraan perdamaian setelah perang 13 tahun.

Upacara di istana kepresidenan di Kabul itu menandai peralihan kekuasaan pertama secara demokratis di negara tersebut dan membuka era baru setelah kekuasaan Hamid Karzai, presiden sejak pemerintah Taliban digulingkan pada 2001.

Pemilihan presiden Juni lalu tak berjalan mulus karena para calon presiden mengklaim telah terjadi kecurangan tapi negara-negara donor internasional menyambut baik pelantikan Senin sebagai suatu warisan kunci intervensi sipil dan militer yang berharga mahal di Afghanistan.

Misi tempur NATO yang dipimpim AS berakhir dalam tiga bulan tetapi Taliban masih merupakan ancaman bagi stabilitas nasional, dengan melancarkan serangan-serangan baru dalam beberapa bulan belakangan.

"Kami meminta oposisi pemerintah khususnya Taliban dan Hizb-e-Islami (kelompok militan lainnya), untuk mengikuti pembicaraan politik," kata Ghani setelah diambil sumpah, "Masalah apapun yang mereka miliki, beritahu kami, kami akan carikan solusi."

"Kami minta setiap warga desa menyerukan perdamaian. Kami meminta pakar Muslim untuk menasehati Taliban, dan jika tidak mendengarkan nasehat mereka, mereka hendaknya memutuskan hubungan," katanya.

Karzai juga mengupayakan pembicaraan perdamaian dengan Taliban tetapi upaya-upaya awal gagal tahun lalu manakala satu kantor Taliban yang dibuka di Qatar layaknya seperti kedutaan sebuah pemerintahan di pengasingan.

Ancaman keamanan di Kabul ditandai dengan serangan bunuh diri dekat bandar udara Senin. Polisi menyatakan empat warga sipil tewas. Taliban mengaku bertanggung jawab.

Baik Ghani dan saingannya Abdullah Abdullah mendaku menang dalam pemilihan tersebut. Percekcokan itu membuat Afghanistan terjerumus dalam krisis berbulan-bulan yang membakar pemberontakan dan memperburuk perekonomian negara itu.

Di bawah tekanan berat dari AS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, kedua kandidat akhirnya sepakat untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional, dan Ghani dinyatakan sebagai preisden sepekan lalu setelah pemeriksaan hampir delapan juta kertas suara.

Abdullah dilantik Senin sebagai "chief executive", satu peran baru yang mirip dengan perdana menteri, sabgai bagian dari kesepakatan pembagian kekuasaan yang tampaknya menyebabkan gesekan antara kelompok-kelompok yang berbeda di dalam pemerintahan.

Abdullah mengeluarkan suara positif pada saat upacara itu, dengan mengatakan bahwa "dalam periode kritis sejarah ini, sebagai satu tim, kami berkomitmen pada pemerintahan persatuan nasional bedasarkan pada perjanjian politik", demikian AFP.

(M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014