Jakarta (ANTARA News) - World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mengatakan mereka mengalami kesulitan dalam menghitung populasi harimau di beberapa lokasi di Pulau Sumatera.

"Harimau saking langkanya sulit untuk dihitung," kata Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF Indonesia Sunarto di Jakarta, Rabu malam.

Menurut Sunarto, sulit untuk mendapatkan sampel yang cukup dari satu lokasi sehingga akan menimbulkan margin error yang sangat tinggi.

WWF Indonesia mulai menghitung populasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) sejak tahun 2004 dan berdasarkan data kasar yang mereka peroleh dari tahun 1994, terdapat sekitar 400 ekor harimau Sumatera.

Sementara itu, berdasarkan Tiger Summit tahun 2010 di St. Petersburg, Rusia, negara-negara di dunia yang memiliki harimau memperkirakan populasi harimau dunia berjumlah kurang dari 3.200 ekor.

Harimau secara alami relatif berumur pendek dengan tingkat produktivitas tinggi sehingga ketika survey, WWF harus memastikan tidak ada kelahiran, kematian dan migrasi.

Kejadian itu menurut Sunarto dapat dikendalikan dengan cara mempercepat proses sampling dengan menggunakan lebih banyak camera trap.

Dalam hal itu, WWF Indonesia mengaku mengalami kesulitan karena jumlah kamera dan sumber daya manusia yang terbatas untuk menangani sekitar empat juta hektar hutan habitat harimau Sumatera.

Saat ini, WWF Indonesia bekerja sama dengan organisasi lainnya untuk menghitung populasi harimau Sumatera, antara lain di Taman Nasional Tesso Nilo Riau dan Bukit Barisan Selatan Lampung.

Sunarto menargetkan survey selesai sekitar tahun 2016 supaya mereka dapat mengevaluasi dan membuat strategi baru dalam menghitung populasi harimau.

Menurut informasi yang dihimpun dari situs wwf.or.id, baru India, Nepal dan Rusia yang melakukan survei nasional harimau secara berkala.

Sementara itu, jumlah harimau di Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam masih belum diketahui atau belum diperbarui.

Menurut Sunarto, sangat diperlukan monitoring terhadap harimau karena hewan tersebut berada dalam kondisi terancam punah (critically endangered). ***3***

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014