Jakarta (ANTARA News) - Kalangan serikat pekerja/buruh mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jaminan Pensiun agar ada waktu yang cukup untuk menyosialisasikannya agar masyarakat paham akan manfaatnya.

Siaran pers Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu, mengatakan kalangan pekerja khawatir jika penerbitan PP tertunda dan dibahas untuk mengejar tenggat waktu yang semakin mepet maka hasilnya tidak maksimal, begitu juga dengan sosialisasinya.

"Jika, ditetapkan saat injury time (saat-saat akhir jelang Juli 2015) seperti PP Jaminan Kesehatan, maka pelaksanaannya akan memunculkan beragam masalah," kata Ketua Umum Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel.

OPSI sebelumnya beraudiensi dengan Direktur Jaminan Sosial dan Hubungan Industrial Kemenakertrans Wahyu Widodo dan jajarannya. Pada kesempatan itu organisasi itu menyampaikan bahwa Jaminan Pensiun sangat dibutuhkan pekerja/buruh dan harus segera dilaksanakan.

"Jangan seperti kasus PP program Jaminan Kesehatan terulang lagi, karena kurang sosialisasi, lalu banyak masyarakat tidak mengerti dan penyelenggara tak cukup waktu bersiap diri," kata Ketua OPSI Timboel.

Dia menilai jika tidak segera diterbitkan, maka pemerintah bisa dinilai mengabaikan hak konstitusional pekerja/buruh.

Menurut dia, seharusnya PP tentang Jaminan Pensiun diterbitkan paling lambat 31 Desember 2013 setelah melalui uji publik agar sesuai dengan harapan masyarakat.

"Kami tidak mau peraturan pelaksana itu bermasalah, seperti Perpres Jamkes dan PP Penerima Bantuan Iuran," kata Timboel ."

Timboel juga minta pemerintah untuk memasukkan klausul tentang pekerja informal dalam PP itu karena pekerja informal juga berjasa menyumbang pendapatan domestik bruto.

Direktur Jaminan Sosial Direktorat PHI dan Jamsos Kemnakertrans Wahyu Widodo menjelaskan keterlambatan tersebut disebabkan adanya perbedaan besaran iuran yang diusulkan.

Kalangan pekerja mengusulkan 15 persen (10 persen pengusaha, 5 persen pekerja), pemerintah mengusulkan 8 persen (5:3), pengusaha (Apindo) belum sepakat bahkan akan mengajukan judicial review.

"Pengusaha juga kurang setuju dengan istilah manfaat pasti. Mereka maunya iuran pasti," ucap Wahyu.

Dia kuga mengungkapkan sebenarnya Kemenakertrans sudah 10 kali mengajukan draf RPP jaminan Pensiun dan selalu dikembalikan. Terkesan Kemenkeu takut dalam pelaksanaannya nanti terjadi unfounded (kehabisan dana).

"Padahal berdasarkan penelitian, dengan iuran 8 persen, ketahanan dana program bisa mencapai 68 tahun," kata Wahyu.


Dana Cadangan

Selain itu, kedua pihak sepakat memasukkan usulan Dana Cadangan dalam PP tersebut. Wahyu mengusulkan disisihkan 1 persen dari iuran dan dikelola BPJS Ketenagakerjaan agar bisa mendapatkan hasil investasi yang menguntungkan untuk penambahan dana program.

Sementara itu, Nazwar dari Komite Politik dan Buruh Indonesia (KPBI) mengatakan hendaknya kebijakan itu diatur dalam pasal peningkatan iuran.

(E007/E011)

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014