Jakarta (ANTARA News) - "Second track diplomacy" atau diplomasi jalur kedua sebagai kegiatan diplomasi yang melibatkan para aktor nonpemerintah, mulai dari kelas masyarakat tinggi hingga kelas akar rumput, terbukti efektif membantu pemerintah dalam mempromosikan Indonesia di kancah internasional.

Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi, Freddy H. Tulung, baru-baru ini berkunjung ke Rusia dan Belarusia untuk menjalankan misi diplomasi jalur kedua dengan melibatkan wartawan, seniman, dan akademisi.

Menurut Freddy Tulung, kunjungan delegasi Indonesia tersebut bertujuan memperkuat hubungan Indonesia dengan Belarusia dan Rusia melalui diplomasi publik.

Kunjungan ini merupakan "second track diplomacy", para pelaku nonpemerintah berkontribusi dalam upaya meningkatan kerja sama dan kesepahaman.

Adapun media, peran mereka dalam diplomasi jalur kedua sebenarnya adalah apa yang selama ini telah mereka lakukan, seperti mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang berbeda, termasuk mewawancarai para duta besar dan diplomat.

Dalam hal ini wartawan tidak hanya menjalankan tugas jurnalistik, tetapi juga menggali kedalaman informasi dan berdiskusi mengenai kemungkinan kerja sama untuk mempromosikan kepentingan dua negara.

Sebelum berangkat ke Belarus dan Rusia, Kantor Berita Antara yang tergabung dalam Delegasi Indonesia telah melakukan wawancara dengan Duta Besar Belarusia untuk Indonesia, Vladimir Lopate Zagorsky, dan dengan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin.

Selain sebagai kerja jurnalistik, wawancara tersebut bertujuan menggali informasi mengenai kemungkinan kerja sama antara kantor berita kedua negara tersebut dan kantor berita Indonesia.

Tugas "second track diplomacy" Kantor Berita Antara adalah menyusun buletin yang berisi topik mengenai hubungan bilateral Indonesia dengan Belarusia dan Rusia dalam beragam aspek kehidupan serta prospek kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, dan sosial-budaya.

Selama kunjungan ke Belarusia dan Rusia, wartawan Kantor Berita Antara bersama dengan para anggota delegasi lainnya terlibat dalam sejumlah kegiatan diplomasi, seperti dialog dan seminar, tempat mereka saling berbagi pengalaman, bertukar gagasan, pandangan, dan memberikan informasi.

Selain itu, Antara juga diminta untuk memimpin delegasi ketika mengunjungi Kantor Berita Rusia, Itar-Tass, dan Kantor Berita Belarusia, Belta.

Dengan Itar-Tasss, Antara sepakat untuk melanjutkan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepahaman. Salah satu kegiatan kerja sama tersebut adalah penyelenggaraan pameran foto bersama.

Adapun dengan Kantor Berita Belta, Antara sepakat untuk membangun kerja sama pertukaran berita dan kunjungan resmi, serta penyelenggaraan pameran foto bersama yang bertujuan menyebarluaskan informasi mengenai isu kekinian yang terjadi di dua negara maupun di dunia internasional.

Sementara itu, wartawan dari harian Kompas membuat liputan mendalam mengenai misi diplomasi yang dilakukan Delegasi Indonesia selama berada di Rusia dan Belarusia, sedangkan wartawan senior dari Metro TV, koran Media Indonesia dan majalah Tempo terlibat dalam seminar sebagai pembicara untuk membahas perkembangan media massa dan kebebasan pers di Indonesia.

Direktur Pemberitaan Metro TV Suryo Pratomo mengatakan bahwa pers merupakan pilar demokrasi. Para jurnalis dan insan media di Indonesia merasakan betapa berharganya kebebasan berekspresi.

Sepanjang 32 tahun masa kekuasaan Orde Baru (1966--1998), aktivitas media sangat terbatas karena pemerintah saat itu mengendalikan media, katanya.

Ia menambahkan bahwa pemerintah berwenang menutup media jika melakukan kritik terhadap mereka.

Walaupun demikian, setelah era reformasi pada 1998, media di Indonesia menikmati kebebasan karena tidak lagi harus mendapatkan izin dari pemerintah terkait dengan pemberitaan, sementara pemerintah juga tidak berwenang mengendalikan media. Semua hal tersebut diatur di dalam undang-undang yang melindungi media.

Islam di Indonesia
Sementara itu, Presiden the Indonesian Conference on Religion and Peace atau Konferensi Indonesia untuk Agama dan Perdamaian Prof. Dr. Musdah Mulia berbicara mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia.

Menurut Musdah, Muslim di dunia berasal dari berbagai bangsa, etnik, kelompok, suku, dan budaya dengan bahasa yang beragam serta tradisi yang berbeda.

Ia menjelaskan bahwa mayoritas penduduk Muslim dunia berada di Asia, khususnya di Indonesia, bukan di Arab yang hanya berjumlah satu per lima dari total Muslim dunia. Komunitas Muslim terbesar di dunia adalah Indonesia.

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 melalui para pendakwah dan pedagang yang mengajarkan Islam ke seluruh penjuru Nusantara. Kunci keberhasilan dakwah Islam di Indonesia adalah pendekatan budaya, tradisi, kepercayaan, dan kearifan local.

Para pendakwah Islam di Indonesia, yang dikenal sebagai Wali Songo, khususnya di Jawa menerapkan pendekatan budaya dengan mengakomodasi aspek tradisi lokal, keyakinan, dan kearifan tertentu, katanya.

"Hasilnya adalah terjadi proses pribumisasi Islam di Indonesia. Sejarah Islam di Indonesia menunjukkan Muslim mampu mengembangkan sikap saling menghormati, paham, dan toleransi terhadap sesama manusia," kata Musdah.

Saat ini Indonesia merupakan negeri Muslim terbesar di dunia, mencapai hampir 200 juta orang atau 87 persen dari total penduduk negara ini.

Batik
Kesuksesan diplomasi jalur ke dua juga tak terlepas dari peran para seniman. Salah seorang artis yang ikut dalam Delegasi Indonesia adalah pemain biola Mia Ismi Halida yang juga merupakan Putri Batik Indonesia.

Selain menarik perhatian masyarakat melalui permainan biolanya, Mia juga mempromosikan batik sebagai busana tradisional Indonesia yang telah mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya dunia dari Organisasi Pendidikan dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO (the United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization).

Batik Indonesia memiliki motif yang indah dan kaya akan filosofi. Apalagi, batik dari Jawa memiliki beragam motif, seperti batik kawung, batik truntum, batik parang, dan batik sido mukti. Masing-masing motif ini memiliki arti yang khusus, katanya.

Mia juga mempersembahkan lagu-lagu nasional Indonesia pada acara malam budaya di Kedutaan Besar Indonesia di Rusia, seperti lagu Rayuan Pulau Kelapa, Halo-halo Bandung, Bengawan Solo, dan Rasa Sayang Sayange. Suara merdu Mia menarik perhatian para warga Rusia yang pernah tinggal lama di Indonesia.

Salah satu mahasiswa Rusia, Maria, yang berbalut busana batik juga turut bergabung bersama Mia menyanyikan beberapa lagu nasional Indonesia. Maria yang lancar berbahasa Indonesia menyatakan kecintaannya pada Indonesia karena masyarakatnya ramah serta memiliki kekayaan bahasa, budaya, dan alam yang elok.

Mahasiswa Rusia lainnya, Irina Antonova yang telah berkunjung ke beberapa kota di Indonesia, termasuk Jakarta dan Sumatera Barat, mengatakan bahwa bahasa, budaya, dan seni Indonesia seperti wayang Jawa mengandung filosofi yang dalam.

Freddy Tulung mengatakan bahwa misi diplomasi jalur kedua di Rusia dan Belarusia berhasil ditandai dengan pernyataan gembira dari pihak Rusia karena Delegasi Indonesia, termasuk media berkenan berkunjung saat media barat menghujat negara ini.

Sementara itu, Belarusia berharap Indonesia membuka perwakilan di ibu kota negara, Minsk, sebagai upaya meningkatkan hubungan bilateral di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Oleh Bambang Purwanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014