Hong Kong (ANTARA News) - Para demonstran di Hong Kong pada Senin membahas langkah yang selanjutnya akan diambil dalam kampanye pro-demokrasi sementara jumlah demonstran menyusut dan aktivitas di kota kembali normal setelah sepekan aksi protes massa yang diwarnai kekacauan.

Pemerintah Hong Kong terpaksa menutup kantor pusatnya pada Jumat (3/10) karena barisan pengunjuk rasa memblokir akses-akses jalan, membuat 3.000 pegawai negeri tidak bisa bekerja.

Hari ini barisan pengunjuk rasa tetap memblokir sebagian akses pintu masuk ke kompleks kantor pemerintahan, tetapi membuka sedikit jalan yang memungkinkan pekerja untuk masuk.

"Saya senang para demonstran hari ini sudah membuka penghalang," kata seorang pegawai negeri yang berusaha masuk ke kantor lalu mengatakan,"Saya harus bekerja!"

Karena ketakutan kejadian buruk minggu lalu saat polisi melemparkan gas air mata ke kerumunan massa berulang, hanya sekitar seribu demonstran yang terus berjaga sepanjang malam.

Setelah libur pada Rabu dan Kamis, bagi banyak orang di kota Senin adalah hari pertama mereka kembali bekerja.

Beberapa bus masih mengalami pengalihan rute karena jalan-jalan diduduki oleh para demonstran, jalan-jalan raya  macet dan kereta-kereta bawah tanah penuh penumpang frustasi yang berusaha menemukan rute berbeda untuk bisa sampai ke tempat kerja.

"Mereka harus membiarkan mobil-mobil lewat sesegera mungkin -- mereka memblokir jalan," kata Michael Lau (25), seorang pekerja yang naik trem ke tempat kerja.

Sekolah-sekolah menengah yang berada di daerah demonstrasi juga sudah dibuka kembali pada Senin karena pemerintah kota mendorong masyarakat Hong Kong untuk kembali beraktivitas secara normal.


Demonstran kelelahan

Walau merasa lega karena polisi tidak segera membubarkan aksi protes setelah pemerintah memberi batas waktu hingga Senin untuk meninggalkan tempat demonstrasi, kelelahan mulai terlihat di wajah-wajah ratusan demonstran yang memilih tetap tinggal.

"Bagus tidak terjadi apa-apa (tidak ada penindakan oleh polisi) tetapi... Saya berharap sesuatu akan terjadi supaya kami bisa secepatnya mengakhiri ini," kata Otto Ng Chun-lung (18), seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi dan mahasiswa sosiologi.

"Ini pendapat saya - karena semua orang sudah kelelahan dan kami tidak bisa bertahan untuk waktu yang sangat-sangat lama," katanya seperti dilansir kantor berita AFP.

Namun sejumlah demonstran yang berada di jalanan telah bersumpah untuk tetap tinggal, dan yang lain berjanji untuk kembali kemudian, berkeras kampanye mereka tidak kehilangan kekuatan setelah aksi sepekan yang memunculkan beberapa kekerasan.

"Kami akan berada di sini sampai mendapatkan respons dari pemerintah. Kami harus tetap tinggal di sini. Ini untuk masa depan kita," kata Jurkin Wong, seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang sedang duduk dengan teman-temannya setelah tidur di jalanan.

Para pengunjuk rasa menuntut hak untuk mencalonkan orang-orang yang bisa maju dalam pemilihan sebagai pemimpin berikut di wilayah bekas jajahan Inggris itu pada 2017.

Pemerintah Tiongkok bersikeras hanya para kandidat yang sudah mendapat persetujuan pemerintah yang bisa mengikuti pemilihan, suatu sistem yang dianggap oleh para aktivis sebagai "demokrasi palsu".

Diserahkan kembali ke pemerintahan Tiongkok pada 1997, Hong Kong berada di bawah kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin kebebasan sipil masyarakat Hong Kong, termasuk kebebasan berbicara dan hak untuk protes.

Namun ketegangan telah meningkat di tengah masyarakat Hong Kong akibat kekhawatiran kebebasan tersebut sedang terkikis seiring dengan peningkatan ketidaksetaraan di pusat keuangan Asia itu.(Uu.Y012)       

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014