Kekuatan ekstra parlemen yang di dalamnya sektor buruh, mahasiswa, petani, kaum miskin kota, aktivis LSM, perempuan, jurnalis maupun golongan kelas menengah yang pro demokrasi perlu untuk digalang kembali sebagai kekuatan pengimbang."
Yogyakarta (ANTARA News) - Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo - Jusuf Kalla membutuhkan "kekuatan ekstra parlemen" hadapi Koalisi Merah Putih, kata Peneliti Institute for Research and Empowerment Arie Sujito.

Ari di Yogyakarta, Senin, mengatakan reproduksi permusuhan pascapilpres yang direkayasa oleh sebagian kecil orang, tetapi mereka berperan dominan dalam Koalisi Merah Putih (KMP), untuk terus bermanuver dengan berbagai cara yang ujungnya menghambat laju pemerintahan dan menggoncangkan sistem politik.

"Kekuatan ekstra parlemen yang di dalamnya sektor buruh, mahasiswa, petani, kaum miskin kota, aktivis LSM, perempuan, jurnalis maupun golongan kelas menengah yang pro demokrasi perlu untuk digalang kembali sebagai kekuatan pengimbang," kata Arie.

Ia mengatakan pilihan kerja politik ekstra parlemen ini tujuannya agar jangan sampai arah politik terperosok pada kembalinya pola Orde Baru (Orba). Metamorphosis politik Orba yang masuk dalam parpol neo orba (Koalisi Merau Putih) ini secara licik mengadaptasikan diri dalam demokrasi prosedural, dan sebenarnya mereka berwatak elitis, tidak mengakar, tetapi menguasai akses dalam pengambilan keputusan strategis di tingkat formal.

Dosen Sosiologi UGM ini mengatakan KMP berupaya mengolah kekuatan untuk menggerogoti kekuasaan pemerintahan dengan mengedepankan cara-cara anti-demokrasi.

Sebagaimana diketahui, mesin dominan yang bekerja di balik Koalisi Neo Orba ini adalah petinggi Golkar dengan menyeret PKS sebagai kekuatan inti mengoperasikan manuver dengan mempengaruhi PAN, PPP, Demokrat dengan menumpukan blok Gerindra sebagai bamper. Praktis cara kerja koalisi ini sangat sistematis. Selain memulai dengan pengesahan Undang-Undang MD3, lalu UU Pilkada agar bisa menguasai jaringan pemerintahan daerah dengan memenangkan Pilkada melalui DPRD di Indonesia, dan beberapa agenda lainnya untuk menopang ambisi politiknya.

"Perlawanan penting yang perlu dilakukan adalah 'mendelegitimasi kekuatan koalisi orba' dimana kekuatan ekstra parlemen di berbagai sektor untuk lebih aktif melakukan gerakan sosial secara massif yang ditopang kerja politik media, dalam berbagai bentuk," kata Arie.

Dia mengatakan pilihan ini tantangannya adalah, bagaimana kita mampu mengelola isu-isu struktural dan demokrasi popular yang bisa menumbuhkan energi kolektif penopang gerakan sosial.

"Jangan sampai koalisi Neo Orba memanipulasi isu dalam arah sektarian, sebagai isu lama persis cara Orba memecah bangsa. Sejarah membuktikan melalui kerja ekstra parlemen ini akan mampu menunjukkan bentuk pembangkangan dan perlawanan pada otoriterisme, dan secara kontekstual saat ini untuk melawan oligarkhi koalisi neo orba," katanya.

Atas dasar itulah, menurut Arie, Pemerintahan Jokowi-JK tentu harus dikawal dengan dukungan dan kritik yang bisa memecahkan masalah bangsa ini sesuai dengan track demokrasi, kerakyatan dan semangat membangun bangsa yang berdaulat.

"Bagaimananpun juga dari realitas ini akan terbaca sesungguhnya; siapa menjadi kekuatan demokrasi dan anti demokrasi. Akan bisa pula menemukan dan membedakan antara reformis sejati dan reformis gadungan," pungkas Arie. (*)

Pewarta: Sutarmi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014