Washington (ANTARA News) - Cheetah punya kemampuan lari dengan anggun dan sangat cepat.

Ilmuwan kini tengah meneliti kemungkinan hubungan antara besarnya energi yang dipakai untuk lari dan faktor-faktor yang ikut berperan dalam menurunnya populasi hewan itu.

Penelitian yang diterbitkan pada Kamis di jurnal Science menjelaskan cara para peneliti selama dua minggu melacak 19 cheetah yang bebas berkeliaran di dua tempat di Afrika Selatan dan Bostwana.

Para peneliti menghitung energi yang dikeluarkan cheetah dari feses mereka yang telah disuntik cairan isotop.

Para peneliti itu terkejut saat mengetahui cheetah hanya menggunakan sedikit energi saat mengejar mangsanya, seperti kijang dan rusa.

Mamalia tercepat di dunia yang berkulit bintik itu dapat bergerak dari diam ke kecepatan 90 km/j dalam tiga detik.

"Data kami menunjukkan cheetah berdaptasi sangat baik dalam teknik berburu itu. Hewan itu juga pulih dalam waktu sangat cepat sehingga perburuan berkecepatan tinggi tidak menggangu kualitas hidupnya," kata salah satu peneliti dari North Carolina State University,  Johnny Wilson.

Penemuan dalam penelitian itu juga membantah hipotesis bahwa cheetah mengeluarkan energi yang sangat besar saat menangkap mangsa setelah bersaing dengan predator lain seperti singa dan hyena yang mencuri  sisa mangsa Cheetah.

Energi terbesar cheetah dipakai saat melakukan perjalanan mencari mangsa yang semakin sulit karena ulah manusia mengurangi lahan  berumput, pembebasan pengunjung pada lahan tertutup dan pembunuhan pada mangsa cheetah.

Ahli biologi pemimpin penelitian dari Queen's University Belfast, Michael Scantlebury, mengatakan cheetah harus melakukan perjalanan sejauh 30 km/hari.

"Cheetah mungkin jago lari namun sebagian besar  waktu mereka dihabiskan dengan berjalan pelan," katanya.

Populasi cheetah telah menurun dari sekitar 100.000 menjadi 10.000 dalam abad terakhir.

"Manusia yang harus bertanggung jawab atas terus turunnya jumlah cheetah. Kita harus lebih hati-hati dalam merawat wilayah dunia tempat hewan berkembang biak secara bebas, kita juga harus memikirkan akibat dari tingkah-tingkah kita," kata Scantlebury.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014