Kopi Indonesia mungkin masih di nomor tiga atau bahkan empat di dunia. Tapi soal rasa, mutu, dan khas kopi tidak ada yang mengalahkan Indonesia
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Kopi Spesial Indonesia memberikan penghargaan Life Achievements 2014 kepada Jabir Amin, Surip Mawardi, dan Mustafa Ali atas dedikasi mereka untuk kopi Indonesia dalam acara Indonesia Specialty Coffee Auction 2014.

Jabir Amin merupakan seorang petani senior yang pertama kali mengembangkan kopi Toraja. Ia dinilai sukses memperkenalkan kopi Toraja dan mengangkat nama kopi Toraja ke dunia, tidak hanya berkat kemampuan dan pengetahuannya tetapi juga kepribadiannya.

Kopi Toraja menjadi khas kopi Indonesia yang sudah dinikmati di penjuru dunia.

Berkat keuletan Surip Mawardi, para petani Indonesia berhasil dididik untuk menghasilkan kopi yang lebih baik lagi. Peneliti kopi asal Jember, Jawa Timur, itu tidak hanya mempunyai peran besar bagi petani di Jember saja, tetapi juga di wilayah lain.

"Ia adalah senior peneliti yang sudah berdedikasi dalam mendidik petani kopi di mana-mana. Dia begitu sabar membimbing petani, dedikasinya bukan hanya karena profesinya tetapi juga ia melakukannya dari hati," kata Direktur Eksekutif AKSI Veronica Herline saat memberi testimoninya tentang Surip.

Baik Jabir maupun Surip berhalangan hadir pada acara penghargaan tersebut.

Satu lagi penghargaan diberikan kepada Mustafa Ali yang berhasil menggerakkan kopi Gayo ke kancah dunia.

Mustafa bersama Masyarakat Petani Kopi Gayo (MPKG) memperjuangkan kopi gayo memperoleh sertifikat perlindungan Indikasi Geografis atau hak paten dari Dirjen Hak dan Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan sertifikat tersebut, membawa pamor kopi Gayo lebih tinggi lagi seiring harga yang lebih baik di pasar dunia.

Ia juga membimbing petani untuk meningkatkan kualitas dan produktivitasnya sehingga menjadikannya sebagai tokoh senior kopi Gayo. "Di Gayo, orang itu lahir, hidup, besar dan sekolah dari kopi. Tetapi dulu itu kualitas dan kuantitasnya masih kurang," ujar lulusan Manajemen Ekonomi dari Universitas Brawijaya itu.

"Sekarang tantangannya tidak hanya terus mengedukasi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopinya tetapi juga bagaimana mereka tetap berkonstribusi menjaga lingkungan. Hal ini karena pembeli dari luar negeri tidak mau kalau produknya tidak ramah lingkungan, pupuknya pun harus organik," jelas Mustafa.

Mustafa, bapak lima anak dan delapan cucu kelahiran 17 Agustus 1944 itu dinilai berhasil mengangkat nama kopi Gayo dan menyatukan petani-petani kopi Gayo sehingga kopi Gayo saat ini mempunyai kestabilan produksi.

Mustafa yang hadir menggunakan kursi roda menerima penghargaan langsung dari Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.

"Saya ke sini mengajak mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi untuk menyaksikan ini. Agar mereka bisa merasakan hal yang sama seperti saya, betapa bangganya saya dengan kopi Indonesia," kata Bayu.

"Kopi Indonesia mungkin masih di nomor tiga atau bahkan empat di dunia. Tapi soal rasa, mutu, dan khas kopi tidak ada yang mengalahkan Indonesia. Menjadi petani kopi Indonesia itu membanggakan," tambah Bayu.

Oleh Monalisa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014